Lihat ke Halaman Asli

Dessy Yasmita

valar morghulis

Cerpen | Ndoro

Diperbarui: 17 Januari 2019   20:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kalian itu tak tahu rasanya hidup seperti saya. Kalian itu enggak paham bagaimana perasaan saya selama ini. Siang dan malam saya menunggu Ndoro pulang. Ya, kadang Ndoro suka mendadak pulang siang. Ngomel-ngomel, dia, terus makan. Kalau sudah makan, tenanglah dia. Setelah itu pergi lagi.

Kalian itu tak tahu rasanya jadi babu di rumah ini. Pagi-pagi kocar-kacir menyiapkan keperluan Ndoro. Begitu dia pergi, dunia tenang senyap. Barulah aku bisa bekerja. Tapi itulah. Kalau Ndoro mendadak pulang dan aku lagi belanja, bisa kalap dia di depan pintu. Begitu tiba, aku dipelototi tanpa henti. Setelah aku membuka pintu, dia akan berkicau panjang sampai aku menyiapkan makan siang. Setelah makan dia pergi tanpa mengucapkan apa-apa.

Hari ini pun sama saja. Ndoro mendadak pulang cepat. Dia sibuk mondar-mandir dan mengawasi jendela. Mau tanya, tapi takut disetrap. Mending diam, siapkan makanan. Tumben, Ndoro makan tanpa selera. Yang tersisa pun masih banyak. Padahal menu hari ini tuna kesukaan Ndoro. Maklum, orang kaya. Teri dan tongkol itu kelas susah. Ikan mas kelas menengah. Tuna kelas elit.

Karena Ndoro bolak-balik mengawasi jendela, aku pun mengecek, sembunyi-sembunyi. Namun, tak ada siapa-siapa atau apa-apa di sekitar rumah. Meski sudah kujelaskan, tetap saja Ndoro waspada. Ia kemudian pergi lagi tanpa mengucapkan apa-apa.

Malam Ndoro pulang dengan luka di wajah. Darah muda atau ada masalah apa? Tak mungkin Ndoro dikejar debt collector, toh? Kan, Ndoro mewarisi semua kekayaan orang tuanya. Ndoro tak banyak bicara, makan sedikit, dan pergi tidur.

Pagi hari, selagi aku mempersiapkan sarapan, suara ribut perkelahian terdengar hingga ke dapur. Ya ampun! Ada apa sih?

Aku dan babu serumah keluar. Di luar, Ndoro sedang bersitegang dengan lawan bertubuh cokelat gelap. Tubuhnya besar dengan ekor panjang. Duh, Ndoro ribut sama raja lingkungan sini, tapi kok tumben.

Mataku beralih ke sudut lain. Di sana, duduk cantik seekor kucing betina, menikmati perseteruan itu. Ya elah! Ndoro lagi naksir cewek! Pantas saja. Karena ributnya luar biasa, Mama akhirnya mengusir si raja kucing keluar dari halaman. Ndoro pun kembali tenang. Mungkin lapar, dia pun menatapku penuh isyarat.

Aku menghela napas setengah nyengir. "Baik, Ndoro Pus. Makanan siap dalam lima menit."

Begitulah ceritanya kami yang punya rumah menjadi pelayan Ndoro Pus, kucing liar yang selalu nangkring di rumah kami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline