Lihat ke Halaman Asli

Dessy Yasmita

valar morghulis

Jendela Hitam

Diperbarui: 16 Desember 2018   12:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ia duduk di sana, matanya tajam menatap ke arah jendela besar yang gelap. Ia tidak gelisah dan jelas sedang menunggu.

Rambutnya cokelat terang, kontras dengan baju ungu yang dikenakannya. Tampilannya kasual, kelihatan seperti ibu rumah tangga biasa.

Ia menunggu lebih dari satu jam, akhirnya tampak bosan. Sesekali berjalan hilir mudik, tetapi selalu berakhir dengan menatap jendela itu, jendela satu-satunya yang tak jelas menghadap ke mana.

Meskipun gelap, ia bisa melihat bayangannya. Dengan pelan ia merapikan rambut lalu setelah diam beberapa saat  kembali ke kursinya.

Ruangan itu memang terbilang kosong, juga kecil. Hanya ada sebuah meja dan dua kursi berseberangan.

Seketika ketenangan itu diganggu oleh pintu yang terbuka. Seorang pria perlente masuk, nenutup pintu, dan duduk di hadapannya. Setelah beberapa pertanyaan pemanasan, pertanyaan penting pun meluncur dari si pria. "Mengapa Anda membunuhnya?"

**

Wajahnya memang tak pernah lebam, tetapi hatinya sering tertusuk-tusuk. Kata-kata si suami tidak pernah meluncur keras, tetapi isinya seperti godam.

Masakanmu seperti sampah. Tubuhmu makin jelek. Rambutmu kayak jerami. Ngepel kok malah jadi bau lantainya. Bajuku makin kusut kausetrika. Kopiku rasa obat. Ngurus itu saja tak becus. Ngurus ini tak bisa. Istri tak berguna.

Kali lain ia seperti menantang.

Apa? Kau marah? Gitu saja marah! Kenyataan, kok.

Apa? Kenapa menatapku seperti itu? Kau mau membunuhku, ya? Kau pikir kau bisa? Motong buncis saja tak becus, banyak tingkah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline