Lihat ke Halaman Asli

Tradisi Nyadran Menurut Kacamata Islam

Diperbarui: 4 Juli 2021   18:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tradisi Nyadran Menurut Kacamata Islam (soloraya.com)

Mayarakat Jawa adalah masyarakat dengan satu kesatuan yang diikat oleh norma hidup dikarenakan sejarah tradisi atau agama, jika kita lihat dari aspek sejarah keyakinan yang dianut oleh agama hindhu atau budha maupun keyakinan atau kepercayaan animisme dan dinamisme itulah yang menjadi proses terjadinya perkembangan Islam. 

Islam berkembang di Jawa bahkan Indonesia melalui penyebaran halus yang dilakukan oleh para wali, termaksud tradisi nyadran yang berawal dari tradisi masyarakat beragama hindu-budha kemudian di rubah perlahan oleh sunan kalijaga. 

Baca juga :Petik Laut "Rokat Tase" Tradisi Masyarakat Pesisir Madura

Dalam tradisi nyadaran menurut masyarakat menjadi simbol hubungan kebathinan antara arwah pendahulu, antar manusia, dan Tuhan YME mahakuasa. 

Tradisi Nyadran  merupakan gabungan antara budaya dengan nilai islam sehingga masih  terasa sangat kental  lokalitas yang bersifat islami, namun tradisi nyadran sendiri murni bukan  ajaran dari agama islam.  

Dalam ajaran islam Ziarah kubur merupakan sesuatu yang diisyaratkan oleh Rasulullah saw bahkan dijadikan sebagai  Motivasi, seperti yang telah tertulis dalam HR. Nasa'I 2034, ibn Majah 1572- hadits shahih.

Baca juga : Rasisme Itu Tradisi, Anti-Rasisme Itu Politis

Adanya ziarah kubur itu diperbolehkan apalagi jika diniati untuk motivasi yaitu mengingat kematian, namun jika didalam tradisi nyadran tidak ada niat bagi peziarah untuk mengingat kematian maka tradisi mengunjungi kubur untuk leluhur desa seperti tradisi nyadran itu dipertanyakan. 

Dalam ziarah kubur berisi upaya mendoakan mayat yang sangat diisyaatkan. Allah telah mengajarkan kepada makhluknya untuk selalu  mendoakan kamu muslimin yang telah meninggal dunia, sebgaimana telah dituliskan dalam Al Quran, 

namun mendoakan jenazah tidaklah terikat oleh waktu dan belum ditemukan dalil bahwa mendoakan jenazah dilakukan diwaktu tertentu, dan telah diketahui bahwa jenazah atau mayyit membutuhkan doa disetiap waktunya, dan syariat membolehkan kita untuk memanjatkan doa kepada  jenazah di tempat manapun itu. 

Baca juga: Begini Saya Membuat Kuo Tie, Jajanan Tradisional Tionghoa yang Sederhana dan Halal

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline