Lihat ke Halaman Asli

Dessy Liestiyani

wiraswasta, mantan kru televisi, penikmat musik dan film

Menanti Menu Sukiyaki di Hokben Bukittinggi

Diperbarui: 10 April 2023   15:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sukiyaki (sumber: www.hokben.co.id)

Kehadiran restoran Hokben di Bukittinggi awal Desember tahun lalu sebenarnya sudah cukup bikin saya jejingkrakan kegirangan. Setelah sepuluh tahun tinggal di kota ini, akhirnya lidah saya bisa juga terbebas dari kepungan santan dan sambal yang menjadi ciri khas masakan-masakan Sumatera Barat.

Menu-menu di Hokben memang bikin ngiler. Dan salah satu menu yang paling saya tunggu untuk me-recovery lidah saya ini adalah sukiyaki. Satu porsi sukiyaki itu isinya ada tahu putih, shirataki (soun), irisan daging sapi, serta sawi putih, bawang bombay, dan daun bawang. Sepertinya, isinya ini komplit gizi. Karbohidratnya ada, sayurnya ada, proteinnya apalagi sampai 2 jenis gitu; hewani (daging sapi) dan nabati (tahu).

Bahan-bahan itu biasanya dipotong dalam ukuran besar. Tahu putihnya dipotong seperti balok, bawang bombaynya diiris tebal dan bulat seperti roda sepeda, daun bawangnya juga tidak mau kalah; diiris serong seukuran setengah jari. Isian itu, kemudian disempurnakan dengan kuah khas yang manis gurih. Dari pertama kali mencoba, rasa sukiyaki Hokben membuat saya yang doyan jajan ini jadi susah move on. Lihat plang Hokben, kebayangnya ya sukiyaki.

Bagi saya, sukiyaki menjadi menu yang paling pantas disematkan medali juara satu di Hokben. Kalau sudah makan sukiyaki, sepertinya chicken katsu, beef yakiniku, atau tori no teba langsung merosot ke juara harapan semua. Enaknya sinting banget!

Tapi apa daya, sejak restoran ini buka saya belum bisa menikmati menu ciamik ini. Di bulan pertama, mbak di belakang kasir itu bilang kalau menu sukiyaki belum ready, menunggu kiriman bahan baku dari Jakarta. Bulan berikutnya saya tanya lagi, sabdanya masih sama, "Belum ready, kakak."

Tidak putus asa, beberapa waktu lalu saya tanyakan lagi ke si mbak kasir. Dan ternyata, jawabannya juga masih idem. Saat itu saya kecewa berat. Dan sambil mengubur dalam-dalam keinginan menikmati sukiyaki di Bukittinggi, saya pun bertanya, "Mengapa oh mengapaaa...?"

Kalau memang tidak ready-ready, kenapa menu ini terpampang diantara pilihan menu lainnya di belakang kasir berbulan-bulan? Saya mengasumsikan bahwa itu menjadi salah satu menu yang ditawarkan, dan pengunjung diperbolehkan untuk memilih menu tersebut.

Ini Hokben lho, bukan warung samping rumah saya yang menulis di banner-nya ada nasi sup, nasi goreng, lontong sayur, mie goreng, mie rebus dan lain-lain, namun dari dulu sampai sekarang yang tersedia hanya lontong sayur dan nasi goreng tok. Tolonglah kami konsumen pencinta sukiyaki jangan di-php-in begitu.

Selain itu, porsi gambar sang Sukiyaki di belakang kasir itu juga paling besar diantara menu-menu sejenis seperti chicken tofu, miso soup, shrimp dumpling, atau teman-temannya seperkuahan lainnya. Sebagai konsumen saya berpikir bahwa menu dengan gambar yang besar bukankah biasanya menjadi salah satu menu yang direkomendasikan? Entah karena menu baru, lagi promo, atau biasanya menu andalan.

Bagi saya, sukiyaki ini sudah jadi menu khas-nya Hokben. Kenapa tidak ada? Bukankah kalau restoran baru buka justru sejatinya menghadirkan menu-menu khasnya? Kenapa menu ini tidak ikut diperkenalkan ke warga kota Bukittinggi?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline