Lihat ke Halaman Asli

Dessy Kushardiyanti

No Limit, No Regret, No Excuse

Antisipasi Fear of Missing Out (FoMo) di Era Serba Virtual Untuk Kalangan Milenial

Diperbarui: 19 Mei 2021   15:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beragam cara kini dapat digunakan masyarakat dalam rangka mendapatkan segala informasi melalui jejaring virtual. Tidak perlu waktu lama, banjir informasi dapat melanda siapa saja yang terlibat dalam aktivitas virtual di Internet. Belum lagi kini berbagai informasi juga saling sinkron pada media sosial dengan bungkusan konten yang dapat menarik penggunanya untuk mencari tahu hingga turut menyebarkan informasi tersebut ke dalam ranah yang lebih luas lagi.

Kemudahan aksesbilitas dalam internet juga menuntut penggunanya untuk dapat saling terhubung antar orang lain, mulai dari aktivitas mencari tahu kehidupan orang lain yang sebenarnya tidak harus diikuti alias sekedar ‘kepo’, rasanya kurang update kalau sehari saja tidak membuka story teman di Instagram.

Sebab itulah, kini kecanduan media sosial bisa dikatakan sebagai salah satu masalah sosial di Indonesia, beragam perubahan sosial di tengah society kini menghiasi timeline para pengguna Internet. Bisa dibayangkan aktivitas penggunaan internet selama pandemi tahun 2020 di Indonesia sebesar 73,7% setara 196,7 jiwa dengan mayoritas lebih dari 8 jam/ hari khusus untuk mengakses media sosial dan komunikasi virtual.

Salah satu dampak yang menghantui para pecandu media sosial yaitu Fear of Missing Out. Menurut (Pryzyblski et all, 2013) singkatnya, perasaan takut dan khawatir yang dirasakan oleh individu jika kurang update informasi aktivitas orang lain di media sosial, kondisi ini akan menggiring individu untuk selalu terhubung di dunia maya meskipun sebenarnya hal seperti itu tidak penting dan sungguh membuang waktu dan menguras emosional.

Ibarat panggung, media sosial adalah main stage para aktor yang memainkan peran hidupnya, terlepas yang di-posting oleh teman atau following kita betul real atau tidak yang jelas kita semua sama-sama memiliki peran di dalamnya, meskipun hanya sebagai penonton.

Dalam teori media gratification theory yang kemudian faktor-faktor penggunaan dan pemilihan media oleh individu telah dikembangkan oleh beberapa peneliti salah satunya adalah (Taylor et all, 2011) menyebutkan beberapa hal yang berkolerasi pada pemilihan media oleh individu diantaranya: percieved of informativeness, percieved of entertainment, percieved of self congruity, percieved of peer influence, percieved of quality of life, percieved of structure time dan percieved of privacy concern.

Jika diklasifikasikan kembali komponen utama yang berkaitan dengan sosial media, maka individu memilih media dalam mencapai kepuasan atas pertimbangan untuk mencari informasi, hiburan, remuneratif dan relasional.

Bisa dibayangkan sudah sebanyak apa to-do-list yang terbengkalai hanya karena persoalan ‘moody’ setelah melihat posting-an orang lain? Sudah terhitungpun, masih tetap melakukan aktivitas yang sama. Hal ini akan tetap memaksa siapa saja terjebak dalam lingkaran setan di dunia virtual, salah satunya sebagai akibat dari fear of missing out. 

Untuk membantu Anda dalam mendeteksi diri, apakah Anda salah satu orang yang kecanduan media sosial, melalui website itstimetologoff.com (2020) telah merangkum beberapa indikator kecanduan media sosial:

1. Bangun tidur yang dicari HP, tidak lain untuk memeriksa media sosial

2. Setiap jam kerja rasanya gatal kalau tidak membuka media sosial

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline