Media tunawisma atau homeless media beberapa tahun ini memang hits di kalangan pelaku media dan jurnalis. Peralihan aktivitas pencarian berita dari masa ke masa semakin masif berkembang dari konvensional ke ranah digital. Tak dipungkiri hal ini menjadi ladang bisnis baru dalam menggaet target market audiens.
Melihat pengguna media sosial yang semakin meningkat salah satunya dalam kebutuhan pencarian informasi berita terkini. Dilansir dari data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebutkan dari tahun 2019 hingga 2020 total pengguna internet di Indonesia mencapai 196,7 juta pengguna.
Lanjut berdasarkan pemaparan Sekretaris Jenderal APJII Henri Kasyfi, dilansir pada laman laman Katadata.co.id menyebutkan, “mayoritas dari pengguna internet memanfaatkan layanan ini untuk mengakses media sosial, aplikasi percakapan, perbankan, hiburan, dan berbelanja online”.
Memanfaatkan pengguna media sosial yang masif dalam kebutuhan pengkonsumsian berita maka istilah homeless media hadir sebagai salah satu upaya dalam penambahan channel media melalui platform media sosial itu sendiri.
Sudah banyak kita temui konten pemberitaan di media yang kemudian yang memanfaatkan aktivits content marketing untuk menjaring engagement audiens. Maka dari itu dalam praktiknya, pajangan konten di berbagai channel memiliki karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan preferensi audiens-nya.
Hal ini juga dipertegas oleh Risang B. Dhananto, User Acquisition Manager Opini.ID dilansir pada laman mix.co.id bahwa terdapat 3 komponen dalam homeless media, yaitu perspektif konten, perspektif bisnis, dan perspektif marketing.
Hal tersebut menjadikan homeless media sebagai syarat akan bisnis di era digital yang ideal dalam memotong ongkos selama operasionalnya. Praktiknya, struktur homeless media diimplementasikan melalui konten yang menarik dan kreatif, dibutuhkan sumber daya yang cakap dalam media sosial. Namun, kekurangnya tentu pada etika jurnalistik yang tidak terlalu diperhatikan dalam homeless media ini. Tidak adanya verifikasi dari liputan yang ditayangkan membuat juralistik di homeless media masih dipertimbangkan sebagai pemberitaan yang kurang matang kredibilitasnya.
Meskipun begitu, analisis dan penyaringan data pada pembuatan berita dapat dilakukan melalui kinerja jurnalisme data, dimana mayoritas konten audio-visual pada homeless media tersedia domain yang dapat digunakan dalam pengumpulan data sebagai materi mentah untuk kemudian dipresentasikan dengan konten menarik dan informatif sesuai preferensi kebutuhan pengguna media sosial. Pada akhirnya, Presentasi konten dari produk jurnalisme data itulah nantinya akan memberikan kenyamanan kepada penerima pesan, sehingga akan memunculkan audience engagement yang baik.
Dari beberapa channel media sosial, Facebook masih menjadi pilihan channel dalam penyebaran informasi berkonsep homeless media. Hal tersebut didasari dari pengguna media sosial Facebook yang masih menjadi primadona oleh kalangan penguna media sosial.
Selain itu, Facebook juga memiliki sistem analitik tersendiri yang dapat menganalisis spesifikasi pengguna media sosial dengan berbagai karakteristik hingga penggemar tertentu. Tak ketinggalan, Facebook juga tengah merancang The Journalism Project untuk meningkatkan kredibilitas konten yang berbobot. Fakta lainnya, hingga tahun 2020, pengguna Facebook menonton konten video di Facebook dengan durasi 100 juta jam/hari.
PROGRAM HOMELESS MEDIA SEBAGAI WUJUD SEMANGAT BERMEDIA ANAK MUDA