Lihat ke Halaman Asli

Inikah Nasib Anak Bangsa?

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13348300052139136485

Apabila anda sedang berpergian ke suatu tempat apalagi kalau menggunakan angkutan kota baik bus maupun angkot pasti anda sering melihat beberapa anak kecil yang membawa beberapa kertas yang dibentuk sedemikian rupa layaknya amplop kecil, ataupun membawa sebuah kantung bekas pembungkus permen yang difungsikan untuk mengumpulkan receh dari si penumpang angkot, belum lagi properti yang mereka bawa seperti botol aqua yang diisi beras untuk menghasilkan sebuah bunyi yang akan mereka kolaborasikan dengan suara mereka yang ala kadar nya, gitar ukulele yang kadang mereka mainkan dengan indah, bahkan banyak juga yang membawa biola dan melantunkan lagu dengan suara yang indah yang kadang membuat saya berdecak kagum dan heran dengan siapa mereka mempelajari alat musik tersebut. Yaa mereka adalah anak jalanan yang sering berkeliaran di tempat-tempat umum terutama kolong jembatan atau terminal

Kadang saya merasa tak tega ketika melihat anak-anak kecil yang naik-turun angkot untuk mengumpulkan receh belas kasihan dari penumpang, yang terbesit dipikiran saya adalah kemanakah ibu mereka yang harusnya mengurus dan menjaga mereka? Ataukah ibu mereka malah memanfaatkan mereka sebagai “alat” pencari nafkah. Ketika mereka mengumpulkan receh-receh dari sang penumpang, ibu mereka hanya memantau dari jauh dan hanya mengumpulkan “hasil” yang anak mereka dapatkan? Karena saya merasa penasaran, sehari sebelumnya saya sudah merencanakan untuk melakukan survey langsung ke suatu tempat yang sering saya lewati yang menurut saya terdapat banyak kumpulan anak jalanan. Saya pun telah menyiapkan snack-snack yang dibungkus layaknya hadiah ulangtahun yang akan saya berikan kepada mereka.

Sore itu tanggal 18 April 2012 ketika saya pulang kuliah, saya pun mengajak rekan satu kampus saya yang bernama Deviana Ajeng Pratiwi untuk melakukan survey langsung dan bercakap-cakap dengan anak jalanan di daerah Pasar Rebo, kebetulan ia pun mau berpartisipasi dan membantu saya. Kami langsung menuju tempat tersebut dan perhatian saya pun tertuju pada 3 orang anak kecil yang berdiri di sisi jalan. Karena kala itu sedang lampu merah dan motor yang teman saya bawa pun tidak bisa parkir di pinggir jalan, saya pun turun dan langsung menghampiri anak jalanan tersebut untuk membuat kontrak Dengan lembut saya menyapa salah satu anak jalanan untuk meminta kesediaannya mengobrol-ngobrol dengan saya, tetapi anak tersebut tampak ketakutan dan menggeleng-gelengkan kepala seolah-olah saya ingin berniat jahat kepadanya. Seketika, teman-temannya pun ikut datang menghampiri kami. Awalnya mereka semua tak mau saya wawancarai, tapi atas bujukan dan rayuan maut saya mereka pun akhirnya mau hehehehe. Sebelumnya pun salah satu anak  jalanan tersebut berbisik-bisik kepada temannya. Mereka pun mau diwawancarai asal dikasi duit.  "De, kaka gak bisa ngasih kalian duit, tapi kaka cuma bawa ini untuk kalian (sambil menunjuk kantong plastik hitam yang penuh dengan snack)". Tegas saya. Mereka akhirny mau, teman saya pun meminta izin untuk melakukan survey dan memarkirkan motornya di pos polisi yang kemudian disambut baik oleh Pak Pol tersebut.

Saya dan rekan saya, Deviana pun memulai percakapan setelah sebelumnya kami berkenalan dengan 7 orang anak jalanan. Diketahui mereka adalah Wulan (12 tahun), Malika (10 tahun), Deni (9 tahun), Via (8 tahun), Said (2 tahun), Aisyah (4 tahun) dan satu lagi saya lupa menanyakan namanya karena masih kecil dan selalu digendong oleh Wulan. Setelah berkenalan dan menanyakan tempat tinggal mereka, saya pun menanyakan apakah mereka masih bersekolah, jawaban mereka pun “iya”. Ngamen di kolong jembatan adalah pekerjaan sambilan mereka ketika pulang sekolah, mereka mulai mengamen dari jam 16.00 sampai pukul 21.00. Di luar dugaan saya yang tadinya menyangka mereka tidak bersekolah sama sekali. Saya pun bertanya “Kenapa kamu nggak di rumah saja, kan lebih enak daripada harus berpanas-panasan, turun-naik angkot mengamen”, mereka pun menjawab “Kita ngamen buat nyari duit jajan aja kak, kalo nggak ngamen nggak ada yang ngasih kita duit jajan”. Sehari pun mereka bisa mendapatkan 20rbu atau paling banyak 30rbu. “Apa kamu nggak takut ngamen sampe malem disini”, Tanya saya lagi kepada mereka. “Takut sih takut kak, soalnya aku suka nonton Patroli, takutnya di culik atau diperkosa”, Jawab Wulan.

Mereka pun pernah juga tertangkap Tramtib, tetapi akhirnya mereka dibebaskan karena salah satu orangtua mereka yang membantu membebaskan mereka. Tampaknya perhatian orangtua lah yang harusnya menjadi hal yang utama sehingga hal seperti itu tidak terjadi lagi. Saya pun bertanya cita-cita mereka, dan cita-cita mereka pun sangat mulia, kebanyakan dari mereka ingin menjadi dokter, dan Deni ingin sekali menjadi polisi. Hanya doa dalam hati yang dapat saya panjatkan agar Allah SWT dapat mengabulkan keinginan mereka. Karena mereka adalah calon pemimpin kita, calon pemimpin bangsa, generasi penerus yang harusnya menjadi orang-orang yang mensukseskan negeri ini.

Itu hanya sebagian kecil dari anak-anak jalanan yang terlantar di Negara kita. Masih banyak anak jalanan diluar sana yang bahkan tidak dapat merasakan duduk dibangku sekolah. Kondisi mereka sangat berbeda dengan anak seusia mereka lainnya yang memiliki keberuntungan untuk mengenyam pendidikan disekolah, terpenuhinya segala kebutuhan-kebutuhan mereka, serta kenyamanantinggal di sebuah rumah dengan fasilitas yang memadai. Miris rasanya melihat mereka berkeliaran dijalanan sampai malam hari, belum lagi resiko-resiko buruk yang sewaktu-waktu bisa mereka hadapi.

1334829889168864932

Pemandangan unik dan cukup memprihatinkan yang pernah saya lihat adalah ketika ada seorang anak yang sangat kecil mendorong sebuah gerobak ukuran mini yang di design layaknya gerobak seorang tukang loak, yang mereka tarik sambil mengumpulkan barang-barang yang memiliki nilai untuk ditukarkan menjadi rupiah. Yang terlintas dipikiran saya adalah sedari kecil tampaknya anak itu sudah dilatih untuk menjadi “pemulung” bukankah tugas mereka hanya sekola untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya agar menjadi generasi penerus yang dapat memimpin bangsa ini, bukannya harus menghadapi kerasnya mencari sesuap nasi di jalan.

Saya pun pernah berkhayal, seandainya saya memilik banyak dana untuk membangun sebuah sekolah untuk anak jalanan, dan bisa berkecimpung serta memberikan kontribusi untuk memberikan pendidikan kepada mereka, alangkah indahnya daripada mereka harus melakukan pekerjan-pekerjaan yang tidak layak mereka lakukan dengan usia mereka yang sekecil itu. Tidak jauh-jauh KEMISKINAN lah yang menjadi faktor utamanya. Mereka pun terpaksa melakukan hal tersebut agar dapur mereka tetap berasap. Bukankah Dalam Pasal 34 Undang-undang Dasar 1945 disebutkan,“Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara. Tapi tampaknya pemerintah belum melakukan hal ini secara maksimal. Banyak anak-anak yang terlantar di luar sana yang tidak dapat bersekolah karena kemiskinan. Sungguh menjadi ironi. Atau mungkin pemerintah terlalu sibuk mengurus masalah besar, sehingga masalah kecil seperti ini menjadi terabaikan. Kalau pun harus ada pembenahan, mungkin harus dilakukan secara bertahap dan kalau bisa menyeluruh. Apakah bisa ?

13348299501100352656




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline