Lihat ke Halaman Asli

DesoL

TERVERIFIKASI

tukang tidur

Sekeping Rindu

Diperbarui: 25 Januari 2016   14:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="pic: shirleymaya.com"][/caption]

Aku memasuki hutan bambu. Tercium aroma tanah basah. Kuhirup sebanyak yang mampu tertampung dalam rongga dadaku. Aku begitu menyukai hujan. Hujan membuat tanah menjadi basah, membuat daun-daun hampir terjatuh tertimpa bulir-bulirnya, juga rumput-rumput yang terbangun karena kedinginan.

Hujan selalu mengingatkanku tentangmu.

Malam itu kauberteduh di depan rumahku, di bawah pohon itu. Aku tertawa dari balik jendela, melihatmu menggigil kedinginan, juga tentang air hujan yang kauusir dengan mengibaskan rambutmu.

Kautampan. Aku jatuh cinta.

Ketika pagi tiba, aku selalu berdoa kepada Tuhanku, datangkan hujan malam ini sebab aku menginginkan hadirnya kembali. Dan sebelum ibuku keluar rumah dengan membawa sapu, aku berteriak, Ibu, letakkan saja sapu itu di depan pintu! Biarkan aku menyapunya!

Kautahu? Aku sengaja berlama-lama di depan rumahku, di bawah pohon itu. Pohon tempat kauberteduh semalam. Aku mengumpulkan daun-daun yang telah kaupijaki dan memasukkannya dalam sebuah kotak. Aku juga menyentuh batang pohon itu, di mana kausempat menyandarkan tubuhmu beberapa kali di sana. Menyentuh batang pohon itu, bagiku adalah menyentuh tubuhmu.

Hatiku berpesta saat kudapati langit sore tak jingga lagi. Kelabu! Hujan akan datang!

Hujan datang tepat pukul tujuh. Kurapatkan tubuhku dekat jendela, kuhadirkan mataku di antara tirai merah muda. Kaubelum datang. Hatiku tetiba gusar. Ada apa denganmu? Mengapa tak kunjungi tiba di bawah pohon itu? Aku mematuk-matuk kaca jendela dengan jari telunjukku.

Pukul delapan lewat lima belas menit. Pohon itu masih sendiri bercampur gerimis. Malam ini, pohon itu jomblo. Kekasihnya tak datang. Tanpa kusadari, hujan itu mendatangi kedua mataku. Aku menyekanya berulang kali. Semakin deras saja, seperti banjir bandang yang menjebol tanggul desa.

Aku masih di balik jendela, berlinang air mata, dan menunggu. Apa kausudah pulang ke rumah? Apa kaumelalui jalan lain untuk mengindari hujan? Atau kausakit? Aku menanyai bayangmu, sebelum susu vanila hangat memaksaku untuk segera tidur setelah tegukan terakhir.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline