Lihat ke Halaman Asli

DesoL

TERVERIFIKASI

tukang tidur

Melihatmu dari Balik Jendela

Diperbarui: 7 Desember 2015   15:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="pic: cdn.tinybuddha.com"][/caption]Aku melihatmu dari balik jendela. Kau bermain hujan dengan riangnya. Rambutmu basah, juga wajahmu. Butir-butir air hujan menerjang bulu matamu, melewati hidungmu, juga setiap lekuk bibirmu. Hujan menyentuhmu begitu bebasnya dan mendekapmu dengan dinginnya.

Aku melihatmu dari balik jendela. Kau bermain hujan dengan bergandeng tangan. Tangan seorang gadis. Rambutmu basah, gadis itu mengusir air yang berjatuhan di atas kepalamu. Jemarinya menyentuh wajahmu, bulu matamu, hidungmu, dan mengakhirinya dengan sebuah kecupan pada bibirmu. Dia menyentuhmu begitu bebasnya dan mendekapmu dengan kedua tangannya.

Aku melihatmu dari balik jendela. Menahan air mata. Menahan rasa cemburu yang begitu hebatnya. Menahan kemarahan yang hampir menampar kekasihmu. Kau tak pernah tahu betapa aku ingin memilikimu seutuhnya, seperti dulu.

Tubuhku lemas melihatmu bermesraan dengan kekasihmu di tengah hujan. Kau dan kekasihmu menari-nari, melompat-lompat, juga berteriak-teriak gembira. Sedangkan aku di sini, membisu dalam tangis, mengeluarkan hujan dari kedua mataku.

Aku tak ingin lagi melihatmu dari balik jendela, dan bersembunyi di bawah meja adalah pilihan terbaik. Di dalam kegelapan, kudapati senyum dan tawamu. Tiba-tiba rasa hangat mengalir dalam darahku, seperti saat kau memelukku untuk pertama kali. Harus kuakui bahwa aku rindu padamu.

Ada sesuatu yang berkilau di bawah meja. Aku mengambilnya. Sebuah kotak emas pemberian ibu setahun lalu, tepat saat kau nyatakan cintamu padaku. Kotak permohonan. Aku membersihkan kotak itu dari debu, menggenggamnya, lalu mengucapkan permohonan.

“Aku ingin menjadi hujan!”

Kotak terbuka dan bersinar. Tubuhku menjadi ringan dan sepertinya sedang melayang. Kotak itu menghisapku dan memuntahkanku pada awan-awan kelabu. Awan-awan itu mengajakku berkeliling kemudian berhenti tepat di atas kedua manusia yang sedang menari-nari, melompat-lompat dan berteriak-teriak gembira di tengah hujan.

“Hai, hujan baru. Turunlah!”

Awan-awan kelabu memintaku untuk segera turun. Aku melompat, aku melayang, tepat di atas kepalamu. Aku jatuh pada rambutmu yang hitam, menerobos bulu matamu, menyentuh hidungmu, dan mencumbui bibirmu. Kau terdiam seketika, lalu menyentuhku dengan tanganmu. Kau palingkan wajah dari kekasihmu kemudian menatap rumahku.

Kau mengambil setangkai mawar dari saku belakang celanamu, lalu menyematkannya pada sela-sela pagar kayu rumahku. Aku sempat menduga sebelumnya bahwa kau akan berikan mawar itu untuk kekasihmu. Ternyata aku salah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline