Beberapa hari ini media sosial diramaikan oleh kasus bully siswi SMP Pontianak berinisial ABZ. Tidak hanya masyarakat biasa yang menuntut Hak Asasi Manusia untuk ABZ, namun sejumlah public figure juga ikut menuntut hukum setimpal untuk pelaku penindasan terhadap ABZ. Dikutip dari Instagram @nblechaaxx, pelaku penindasan secara fisik yang pula menimbulkan efek psikologis terhadap ABZ, bernama Salsa, Tiara, Echa, serta 9 orang lainnya---yang ikut membantu melakukan penindasan, dengan total 12 pelaku. Pelaku adalah siswi salah satu SMA Pontianak.
#JusticeForAudrey #PrayForAudrey sedang marak ditulis oleh masyarakat di Indonesia, khususnya pelajar, mahasiswa, dan masyarakat muda yang merasa dekat dengan korban secara umur. Banyak yang merasa geram karena mendengar desas-desus seperti pelaku mempunyai orang tua calon pejabat sehingga hukum dipermudah, ada pula yang mendengar hukum kepada pelaku akan dipermudah karena pelaku masih di bawah umur, dan sebagainya. Meskipun informasi-informasi tersebut belum valid adanya, apakah pantas jika pelaku diberi keringanan hukum? Tentu tidak. Jangan sampai informasi-informasi tersebut benar-benar terjadi dan dilakukan oleh kepolisian.
Sebenarnya, apa yang dilakukan Salsa, Tiara, dan Echa terhadap ABZ? Penindasan, atau kerap disebut bullying. Penindasan adalah tindakan menyakiti atau mengontrol dengan kekerasan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih terhadap seorang lainnya. Penindasan tidak hanya sebatas menyakiti lewat perkataan saja, namun lewat kekerasan secara fisik juga terjadi. Penindasan secara fisik adalah penindasan yang dilakukan Salsa, Tiara, Echa dan 9 orang lainnya terhadap ABZ.
Ada dua bentuk penindasan, yakni:
A. Penindasan secara fisik
Penindasan ini dilakukan dengan cara kekerasan terhadap fisik seseorang, dan pelaku melakukan kontak secara langsung dengan korban. Seperti memukul, menendang, menjambak, mendorong, dan sebagainya yang menyakiti korban. Penindasan secara fisik biasanya tidak hanya menimbulkan efek luka-luka terhadap korban, namun bisa menimbulkan efek psikologis korban, karena terus teringat kekerasan yang terjadi pada dirinya.
B. Penindasan secara psikologis
Penindasan ini dilakukan dengan cara melukai perasaan seseorang baik secara langsung maupun tidak. Penindasan secara psikologis biasanya dilakukan lewat kata-kata kasar, mengejek, melakukan tindak menghindari korban, dan sebagainya. Selain itu, penindasan secara verbal (pelecehan seksual, intimidasi, gossip-gosip tidak benar), penindasan secara relasional (pengabaian, lirikan mata, bahasa tubuh yang mengejek, cibiran, dan lain-lain), serta penindasan elektronik (pengejekan beramai-ramai di media sosial, terror gambar, atau apapun yang sifatnya menyakiti, menyudutkan dan mengintimidasi), juga termasuk penindasan secara psikologis.