Lihat ke Halaman Asli

Desla Tumangger

Penulis Fiksi

Covid-19, Menghilanglah. Kami Ingin Belajar Tatap Muka di Sekolah

Diperbarui: 29 Agustus 2021   16:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembelajaran tatap muka sebelum pandemi (Dokpri)

Setahun lebih pandemi Covid 19 berada di muka bumi, selama itu pula sektor pendidikan terkena imbasnya tak terkecuali Indonesia. Para siswa harus menjalani pendidikan jarak jauh atau yang akrab disebut daring. Tentunya ada sisi positif dan negatif masing -- masing sistem pembelajaran daring ataupun luring.

Namun tetap saja pembelajaran jarak jauh dianggap lebih memusingkan siswa, orangtua, dan juga para guru di daerah -- daerah tertentu. Bagaimana tidak, orangtua yang tadinya hanya bertanggungjawab memberangkatkan anak ke sekolah di pagi hari sekarang harus ikut pusing tujuh keliling membantu anaknya belajar di rumah. 

Apalagi yang di ajari tingkat SD, belum tentu orangtua punya kesabaran yang cukup untuk mengajari anaknya. Belum lagi orangtua yang punya berjubel kesibukan sehingga tidak sempat mendampingi anaknya belajar daring.

Selain itu, kebanyakan anak justru lebih mengerti dan taat kepada gurunya daripada kepada orangtuanya. Coba di sekolah gurunya berkata,"kerjakan soal no.1", mungkin si anak cepat-cepat mengerjakan. Nah giliran orangtua yang bilang mungkin anak bakal jawab,"Nanti dulu ma, masih ngantuk". 

Atau bahkan anaknya melawan sehingga orangtuanya malah stress level dewa. Belum lagi anak yang tidak kunjung paham penjelasan orangtuanya, pusing tujuh keliling.

Orangtua yang mendampingi anaknya selama pembelajaran daring apa kabar? Sabar bund, baru menghadapi satu dua anak. Bagaimana lagi guru disekolah harus menghadapi satu atau bahkan ratusan anak. Jadi jangan sepele dengan pekerjaan seorang guru ya. Nggak mudah kan mengajari anak sekaligus mendidik karakternya?

Nah jika di kota -- kota besar dengan akses jaringan internet yang bagus, mungkin saja pembelajaran daring bisa berjalan dengan baik. Bagaimana lagi dengan daerah -- daerah yang harus bersabar dengan kondisi jaringan yang tidak baik atau bahkan sama sekali tidak ada. Selain itu, belum lagi masalah financial. Tidak semua orangtua sanggup membelikan perangkat pembelajaran daring bagi anaknya.

"Jangankan untuk membeli gadget, punya uang untuk membeli beras makanan sehari -- hari saja bingung mau cari di mana". Lantas, apakah bisa dipaksakan? Kembali lagi, pembelajaran mau tidak mau semakin amburadul.

Itu dari sisi persepektif siswa. Dari guru bagaimana lagi? Selama pandemi mungkin para guru cukup kenyang dengan istilah yang di lontarkan masyarakat awam,"enak ya jadi guru, makan gaji buta". Coba dipikirkan kembali, apakah guru benar -- benar hibernasi dan menikmati masa liburan yang menyenangkan dirumah dengan gaji yang tetap berjalan? Tidak juga. 

Guru -- guru justru malah di pusingkan dengan persiapkan materi pembelajaran daring .  Membuat video, membuat slide, yang tentunya tidak semudah yang kita bayangkan. Untuk take 1 video saja bahkan terkadang membutuhkan waktu hingga berjam -- jam. Atau bahkan slide 20 lembar butuh waktu hingga dini hari mengerjakannya.

Nah bagaimana lagi dengan guru yang hanya memberikan materi pembelajaran daring secara ngasal? Hanya sebatas memberi tugas semata, suruh baca buku sendiri, dikasih materi berjubel tanpa di jelaskan. Ada kok, tidak sedikit guru yang melakukan hal seperti itu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline