Dalam putusan perkara 90/PUU-XXI/2023, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan yang diajukan oleh sejumlah pihak terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Putusan tersebut menyatakan bahwa Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menetapkan batas usia capres dan cawapres minimal 35 tahun dan maksimal 70 tahun, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Putusan tersebut menimbulkan kehebohan di masyarakat, terutama di kalangan para pengamat hukum. Salah satu yang turut memberikan tanggapan adalah Hakim MK Saldi Isra. Dalam pendapat berbedanya, Saldi mengaku bingung dengan putusan MK tersebut.
Saldi Isra mempertanyakan perubahan pandangan MK dalam tiga putusan sebelumnya. Dalam perkara 29-51-55/PUU-XXI/2023, MK menolak gugatan terkait batas usia capres dan cawapres. Dalam perkara tersebut, MK menyatakan bahwa gugatan tersebut merupakan ranah pembentuk undang-undang.
Namun, dalam perkara 90/PUU-XXI/2023, MK mengabulkan gugatan tersebut. Saldi Isra mempertanyakan mengapa MK tiba-tiba mengubah pendiriannya. Ia juga mempertanyakan apakah MK telah memenuhi syarat untuk mengubah pendirian tersebut.
Selain itu, Saldi Isra juga mempertanyakan dasar hukum yang digunakan MK untuk mengabulkan gugatan tersebut. Ia berpendapat bahwa MK tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk mengubah batas usia capres dan cawapres.
Putusan MK tersebut menimbulkan sejumlah pertanyaan dan kontroversi. Putusan tersebut juga menunjukkan bahwa MK masih perlu untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitasnya dalam proses pengambilan keputusan.
Berikut adalah beberapa ulasan terkait kebingungan Saldi Isra dengan putusan MK:
- Kebingungan Saldi Isra menunjukkan bahwa MK masih belum memiliki putusan yang konsisten terkait batas usia capres dan cawapres. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan dapat merugikan para pihak yang terkait.
- Kebingungan Saldi Isra juga menunjukkan bahwa MK perlu untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitasnya dalam proses pengambilan keputusan. Masyarakat berhak untuk mengetahui dasar hukum yang digunakan MK dalam mengambil keputusan.
- Kebingungan Saldi Isra dapat menjadi preseden buruk bagi MK. Jika hal ini terus terjadi, maka MK akan kehilangan kepercayaan masyarakat.
Putusan MK tersebut telah menjadi salah satu peristiwa penting dalam sejarah hukum Indonesia. Putusan tersebut juga menunjukkan bahwa MK masih perlu untuk berbenah diri agar dapat menjadi lembaga yang lebih kredibel dan berwibawa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H