Hukum perikatan opini adalah cabang hukum yang mengatur tentang tanggung jawab hukum atas opini yang diberikan oleh seseorang atau suatu badan hukum. Opini hukum dapat diberikan dalam berbagai konteks, seperti dalam konteks hukum bisnis, hukum publik, dan hukum privat. Di Indonesia, hukum perikatan opini diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pasal tersebut menyatakan bahwa seseorang yang memberikan opini hukum bertanggung jawab atas kesalahannya jika opini tersebut mengakibatkan kerugian bagi pihak lain.
Tanggung jawab hukum atas opini hukum dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti ganti rugi, denda, atau bahkan pidana. Tanggung jawab hukum tersebut dapat dikenakan kepada pemberi opini hukum, baik secara pribadi maupun secara profesional. Pemberi opini hukum dapat dikenakan tanggung jawab hukum jika opini yang diberikannya:
1. Tidak didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman yang memadai;
2. Melanggar kode etik profesi advokat;
3. Tidak memenuhi standar profesi yang berlaku;
4. Disengaja dibuat untuk merugikan pihak lain.
5. Untuk menghindari tanggung jawab hukum atas opini hukum, pemberi opini hukum harus:
Melakukan penelitian hukum yang mendalam sebelum memberikan opini; menuliskan opini hukum dengan jelas dan rinci, memberikan peringatan kepada pihak lain jika opini hukum tersebut mengandung risiko hukum, serta menjamin bahwa opini hukum tersebut dibuat secara independen dan obyektif.
Berikut adalah beberapa contoh kasus hukum perikatan opini:
Seorang advokat memberikan opini hukum bahwa kliennya tidak bersalah dalam kasus pidana. Namun, ternyata klien tersebut terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman. Klien tersebut kemudian menuntut ganti rugi kepada advokat karena opini hukum yang diberikannya menyebabkan kerugian baginya. Untuk notaris memberikan opini hukum bahwa suatu perjanjian adalah sah dan mengikat. Namun, ternyata perjanjian tersebut tidak sah karena bertentangan dengan undang-undang. Pihak yang dirugikan oleh perjanjian tersebut kemudian menuntut ganti rugi kepada notaris karena opini hukum yang diberikannya menyebabkan kerugian baginya.
Sedangkan seorang ahli hukum memberikan opini hukum bahwa suatu proyek pembangunan tidak melanggar hukum lingkungan. Namun, ternyata proyek tersebut melanggar hukum lingkungan dan mengakibatkan kerusakan lingkungan. Pihak yang dirugikan oleh proyek tersebut kemudian menuntut ganti rugi kepada ahli hukum karena opini hukum yang diberikannya menyebabkan kerugian baginya.