Lihat ke Halaman Asli

Pilih Prebiotik atau Probiotik?

Diperbarui: 15 November 2015   21:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Dewasa ini informasi terkait pangan fungsional semakin berkembang dikalangan masyarakat. Banyak industri pangan yang mulai melirik fungsi kesehatan sebagai alat pemasaran mereka. Pangan fungsional sendiri dideskripsikan sebagai pangan yang memiliki klaim memberikan efek positif terhadap kesehatan. Pasar global pangan fungsional terus meningkat semenjak tahun 2000. Menurut Hilliam (2000) sekitar tahun 2000 pasar pangan fungsional mencapai 33 milyar US$. Selama tahun 2000 dan 2002 pasar global pangan fungsional menembus angka 47.6 milyar US$ dengan Amerika Serikat sebagai pasar utama, disusul oleh Eropa dan Jepang (Benkouider 2005). Salah satu produk pangan fungsional yang berkembang pesat saat ini adalah produk yang mengandung probiotik dan prebiotik.

Pangan probiotik, termasuk dairy products didefinisikan sebagai pangan yang mengandung mikroorganisme hidup yang dipercaya dapat meningkatkan kesehatan dengan mendukung keseimbangan mikroflora di saluran pencernaan (Tamime et al. 2005). Berhubungan dengan probiotik, terdapat istilah prebiotik yang menurut FAO (2002) didefinisikan sebagai komponen pangan yang tidak dapat dicerna yang bermanfaat terhadap manusia dengan menstimulasi secara selektif pertumbuhan dan atau aktivitas satu atau lebih spesies bakteri yang secara alami terdapat di usus (Gibson et al. 1995). Sedangkan sinbiotik adalah pangan yang mengandung probiotik dan prebiotik yang mungkin membentuk suatu hubungan yang sinergi diantara keduanya.

Dihadapkan pada trend pasar produk probiotik dan prebiotik yang semakin berkembang, sebagai konsumen yang baik kita harus dapat memilih produk mana yang efektif untuk mendukung pola hidup sehat kita. Banyak berbagai pertimbangan yang dapat kita lakukan untuk memilih kedua produk tersebut, baik itu pertimbangan ekonomi maupun pertimbangan efek kesehatan.

Probiotik memiliki banyak dampak positif terhadap kesehatan khususnya kesehatan pencernaan dan imunitas. Probiotik juga dapat mencegah bakteri patogen di usus dengan menurunkan pH usus dan memproduksi antimikrobial. Namun, ada beberapa penelitian menyimpulkan bahwa probiotik juga menimbulkan infeksi dari beberapa strain yang termasuk golongan probiotik. Penelitian Besselink (2008) dan Whelan (2010) menunjukan ketidakmanjuran probiotik dibeberapa kasus yang meningkatkan risiko yang tidak diinginkan dari intervensi probiotik. Beberapa gejala yang ditimbulkan adalah abdominal discomfort, dyspepsia, coilc, dan allergy sensitization. Selain itu, sebagian besar produk yang mengandung probiotik menggunakan susu sebagai media pertumbuhan probiotik, dimana hal ini menjadi hambatan tersendiri untuk mereka yang menderita lactose intolerance yang bermasalah dengan pencernaan laktosa.

Probiotik harus bisa bertahan sepanjang saluran pencernaan sampai melekat pada sel usus dan membantu keseimbangan mikroflora di usus. Efek probiotik dapat dipertahankan jika pangan pembawa mengandung minimal 106-108 cfu/ml atau 108-1010 cfu/g (Vinderola et al., 2000). Sedangkan kita ketahui, selama proses pencernaan mikroorganisme tersebut harus bisa bertahan dari beberapa serangan baik fisik maupun kimiawi yang tidak menutup kemungkinan akan mengurangi jumlah probiotik hingga sampai di usus. Diluar dari penambahan probiotik melalui pangan ini, secara alamiah mikroorganisme baik ini memang selalu ada dipencernaan manusia. Disinilah kita dapat menjaga jumlah probiotik indigenus dalam usus kita dengan cara menambah jumlah probiotik melalui asupan pangan probiotik atau dengan menjaga dan mendukung pertumbuhan probiotik yang sudah ada dengan memberikan makanan melalui asupan prebiotik.

Salah satu komponen yang dapat menjadi prebiotik adalah serat. Serat tidak dapat diserap oleh usus, sampai akhirnya terfermentsi di usus menjadi bentuk yang lebih pendek yaitu short chain fatty acid (SFCA). SCFA ini akan menjadi sumber karbon untuk pertumbuhan probiotik di usus. Selain itu, serat juga memiliki kemampuan untuk menyerap garam empedu dan mensekresikannya melalui feses yang berkorelasi dengan penurunan kolesterol (Lund et al. 1989). Keberadaan SCFA di dalam usus memberikan manfaat yang signifikan untuk kesehatan sebagai anti kanker (Pryde 2002). Sumber serat sangat bermacam-macam dan mudah kita temui. Buah dan sayur adalah makanan yang banyak mengandung serat. Konsumsi buah dan sayur akan meningkatkan konsumsi serat dan dapat mendukung pertumbuhan bakteri baik di usus.

Dilihat dari pertimbangan ekonomi, prebiotik dari serat memiliki harga yang lebih murah daripada pangan probiotik. Contohnya dengan 5000 rupiah kita hanya mendapat 2 botol kecil susu fermentasi yang mengandung probiotik, sedangkan jika kita membeli buah pisang kita akan mendapatkan satu sisir buah pisang lengkap dengan serat, vitamin, mineral, dan antioksidan. Bukan berarti produk probiotik tidak memiliki kandungan gizi yang baik. Susu terfermentasi, selain mengandung inokulum probiotik juga mengandung protein susu, kalsium, lemak, dan beberapa vitamin yang biasanya ditambahkan melalui proses enrichment. Jadi, kini kamu bisa memilih menambahkan mikroba baik melalui asupan diet dengan berbagai konsekuensinya atau menjaga dan mendukung pertumbuhan mikroba baik dengan mengkonsumsi serat.

Sumber :

Benkouider, C. (2005). The world’s emerging markets. Functional Foods and Nutraceuticals. http://www.ffnmag.com/NH/ASP/strArticleID/770/strSite/FFNSite/articleDisplay.asp.

Besselink MG, van Santvoort HC, Buskens E, et al. Probiotic prophylaxis in predicted severe acute pancreatitis: a randomised, double-blind, placebo-controlled trial. Lancet 2008 Feb 23;371(9613):651–659.

FAO WHO. (2002). Guidelines for the evaluation of probiotics in food. London, Ontario: Food and Agriculture Organization of the United Nations and World Health OrganizationWorking Group Report, 1-11.

Gibson, G. R., Probert, H. M., Van Loo, J. A. E., & Roberfroid, M. B. (2004). Dietary modulation of the human colonic microbiota: updating the concept of prebiotics. Nutrition Research Reviews, 17, 257-259.

Hilliam, M. (2000). Functional foodeehow big is the market? The world of food. Ingredients, 12, 50-52.

Lund,E.K.,Gee,J.M.,Brown,J.C.,Wood,P.J.,&Johnson,I.T. (1989). Effect of Oat Gum on The Physical Properties of The Gastrointestinal Contents and on The Uptake of D-Galactose and Cholesterol by Rat Small Intestine In Vitro. British Journalof Nutrition, 62, 91–101.

Pryde, S.E., Duncan,S.H., Hold,G.L., Stewart,C.S., & Flint,H.J. (2002). The Microbiology of Butyrate Formation in The Human Colon. FEMS Microbiology Letters, 217, 133–139.

Tamime, A. Y., Saarela, M., Søndergaard, A. K., Mistry, V. V., & Shah, N. P. (2005). Production and maintenance of viability of probiotic micro-organisms in dairy products. In A. Y. Tamime (Ed.), Probiotic dairy products (pp. 39-72). Oxford: Blackwell.

Vinderola C.G., Prosello W., Ghiberto D., Reinheimer J.A., Viability of probiotic (Bifidobacterium, Lactobacillus acidophilus and Lactobacillus casei) and nonprobiotic microflora in Argentinian Fresco cheese. J. Dairy Sci., 2000, 83, 1905–1911.

Whelan K, Myers CE. Safety of Probiotics In Patients Receiving Nutritional Support: A Systematic Review of Case Reports, Randomized Controlled Trials, and Nonrandomized Trials. Am J Clin Nutr 2010 Jan 20;94:687–703.

Tulisan ini juga dimuat di edukasigizi.net




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline