Overthinking, suatu pikiran yang secara berlebihan menghiasi kepala. Apakah baik bila overthinking tertanam secara terus menerus tanpa henti?
Di awal tahun 2021 ini, tepatnya di tanggal 2 januari lalu saya sempat menuliskan artikel yang berjudul "stop overthinking, demi semangat baru di tahun yang baru".
Kali ini, saya akan kembali membahas tentang overthinking, dan semuanya semakin diperkuat dengan topik pilihan dari Kompasiana. Maka dari itu, jari jemari langsung menari-nari merangkai kata demi kata di sebuah papan ketik digital.
Begitu banyak aspek utama maupun aspek pendukung yang membuat seseorang menjadi overthinking. Segala macam pikiran mampu berputar-putar menghiasi isi kepala para pelaku overthinking, yang kerap kali diartikan memikirkan sesuatu secara berlebihan, dan terus menerus.
Namun pembahasannya akan cukup berbeda bila dibandingkan dengan artikel overthinking di awal tahun 2021 lalu, yang lebih berfokus pada permisalan di kehidupan dunia perkuliahan menuju ke dunia pekerjaan (masa peralihan).
Pada artikel kali ini, overthinking yang akan kita bahas lebih kepada pembahasan di lingkup dunia pekerjaan.
Ketika memasuki dunia pekerjaan, kita sebagai pemerannya tentu akan memiliki berbagai macam tugas, dan kewajiban yang harus dilaksanakan, serta dilakukan dengan sebaik mungkin, tanpa terkecuali.
Pada dasarnya, tidak hanya di dunia pekerjaan saja kita harus mampu melaksanakan tugas dengan sebaik mungkin.
Ketika masih berada dibangku sekolah, hingga dibangku perkuliahan, kita juga diharuskan menjadi "siswa ataupun mahasiswa" yang mampu melaksanakan kewajiban kita dengan sebaik mungkin pula.