Sebuah rak kayu tersusun puluhan kantong plastik berisi pakaian dengan lipatan rapi. Sani mengambil satu sesuai dengan nomor di kertas kwitansi yang saya sodorkan, dan membawanya ke meja kasir. Kuberikan uang Rp50 ribu untuk membayar jasa laundry sebesar Rp45 ribu dari 5 kilo pakaian kering yang aku masukkan dua hari sebelumnya.
Sani memberiku uang kembalian Rp5 ribu, Rp45 ribu dia masukkan ke dalam laci. Tapi sebelum menutup laci tempat dia menyimpan uang, dia mengambil uang kecil Rp2 ribu lalu dimasukkan ke dalam toples yang ada di atas rak, di antara tumpukan pakaian.
"Uang dua ribunya itu untuk apa Mbak, infak ya?" tanyaku penasaran.
"Oh ini untuk bayar listrik Mbak. Setiap ada yang bayar cucian saya selalu menyisihkan seribu atau dua ribu untuk bayar listrik," ujar Sani menjawab pertanyaanku.
Lebih lanjut Sani menjelaskan, dari uang yang dia sisihkan, dalam satu hari dia bisa mengumpulkan Rp50-100 ribu, dari puluhan pelanggan yang datang setiap hari. Dari uang itu pula, dalam satu bulan dia bisa mengumpulkan Rp1-2 juta yang kemudian dia gunakan untuk membeli token listrik, untuk biaya operasional "Xania Laundry" yang berlokasi di Jalan Pondok Ungu Permai, Kelurahan Bahagia, Kecamatan Bekasi.
Kebiasaan itu, menurut perempuan berusian 45 tahun itu sudah dia lakukan sejak pertama membuka jasa laundry sekitar 5 tahun yang lalu. Biaya listrik sekitar Rp1-2 juta untuk usahanya, menurutnya bisa dipenuhi dengan cara tersebut. Dengan demikian, dia tidak pernah tidak ada uang ketika tiba-tiba meteran listrik berbunyi, tanda sudah mau habis tokennya. Dengan begitu keuntungan dari usahanya menurutnya juga lebih terlihat.
"Saya biasa beli token Rp500 ribu, dalam satu bulan saya beli dua kali, atau kadang tiga hingga empat kali, kalau cucian lagi banyak. Tapi dengan tabungan listrik yang saya kumpulkan, tidak pernah kekurangan," beber Sani.
"Mbak tarif listrik kan naik ya beberapa waktu lalu. Untuk penggunaan listriknya sendiri kerasa ada kenaikan nggak sih," tanyaku lagi, penasaran dengan penggunaan listrik di usaha laundry miliknya, karena kebijakan kenaikan tarif listrik belum lama ini.
"Ya itu tadi Mbak, kenaikannya berapa sih saya tidak terlalu perhatian. Mungkin ada kenaikan, tapi paling terasa kalau yang nyuci banyak, jadi sering nyuci, sering nyetrika. Tapi kan penghasilannya banyak juga, jadi ya saya tidak begitu terasa sih soal kenaikan tarif listrik," jawab Sani meyakinkan.
Selama membuka usahanya, Ibu dari dua anak itu pun mengaku baru sekali menaikkan biaya laundry cuci kering plus setrika dari dari Rp7 ribu per kilo menjadi Rp9 ribu per kilo. Kenaikan itu pun dia lakukan sekitar tiga tahun yang lalu, setelah masa promosi di dua tahun pertama dirasa cukup. Kalau setelah kenaikan tarif listrik baru-baru ini, dia merasa belum perlu menaikkan tarif laundry miliknya.
"Kalau saya naikkan lagi tarif laundrynya saya takut pelanggan pada kabur, karena sekarang sudah banyak saingan," imbuh Sani.