Lihat ke Halaman Asli

Desica Sibarani

Mahasiswa Sarjana

Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan sebagai Pengubah Makroekonomi Indonesia

Diperbarui: 25 Juni 2019   14:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: ihsg-idx.com

Stabilitas keuangan dapat mendorong beroperasinya pasar modal yang dapat meningkatkan perekonomian suatu negara. Menurut Undang-undang no 8 tahun 1995, pasar modal merupakan kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum yang memperjual-belikan surat berharga. Pasar Modal yang dimiliki oleh Indonesia adalah Bursa Efek Indonesia (BEI). 

Dalam bertransaksi di Bursa Efek, para investor sangat mebutuhkan data historis pergerakan saham agar mengetahui pergerakan indeks saham. Pergerakan trend dalam pasar berfungsi untuk menentukan apakah pasar tersebut sedang naik atau sedang turun. Jika pergerakan saham menunjukkan turun maka indeks saham dalam pasar juga turun dan jika pergerakan saham mengalami kenaikan maka indeks saham mengalami peningkatan.

Harga saham gabungan atau yang sering lebih dikenal dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan indeks sektoral yang digunakan sebagai sarana tujuan investasi. Apabila IHSG mengalami peningkatan maka perekonomian Indonesia berada dalam siklus yang baik. Turun naiknya harga saham gabungan selalu terjadi dari waktu ke waktu.

Sebagai contoh  turun naiknya harga saham gabungan yang terjadi ditahun 2009 sampai 2019

Terlihat bahwa indeks harga saham gabungan yang terjadi dari tahun 2009 ke 2019 sangat fluktuatif. Ada dua sisi yang mempengaruhi hal tersebut terjadi yaitu faktor internal dan eksternal. Untuk faktor internal disebabkan karena, pertama, adanya aksi korporasi, dimana kebijakan-kebijakan yang diambil oleh jajaran atas yaitu para manajer yang menyebabkan fundamental perusahaan berubah. Misalnya adanya akuisisi (pengambilalihan asset perusahaan), right issue dan merger (penggabungan). Hal ini sangat mempengaruhi harga-harga saham yang terdapat di bursa. Intinya aksi ini (korporasi) memberi andil bagi perusahaan.

Kedua, prediksi kinerja perusahaan pada masa yang akan datang. Hal ini juga mempengaruhi terjadinya fluktuasi harga saham. Dimana yang menjadi sorotan adalah tingkat laba perusahaan, tingkat deviden, rasio utang, earnings per share (EPS) dan rasio nilai buku (Price to Book Value).

Jika ada perusahaan yang cenderung memberikan deviden yang lebih besar, investor cenderung menyukai hal tersebut karena akan memberikan keuntungan yang bagus. PBV juga memiliki efek yang signifikan terhadap kenaikan harga saham. Perusahaan yang bertumbuh justru memiliki tingkat rasio utang yang tinggi.

Selanjutnya, untuk faktor eksternal yang mempengaruhi naik turunnya harga saham adalah kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang menimbulkan jarak antara naik turunnya harga saham (volatilitas) diantaranya seperti kebijakan ekspor impor, kebijakan penanaman modal asing (PMA), dan lain sebagainya.

Pergerakan Kurs rupiah di mata uang asing juga menyebabkan adanya fluktuasi harga saham di bursa. Risiko ini ada sisi positif dan negatifnya. Tergantung dari perusahaan, jika perusahaan punya beban utang pada mata uang asing, akan sangat dirugikan jika kurs melemah. Hal ini akan menyebabkan biaya operasional meningkat dan turunnya harga saham. Kasus yang sempat terdengar  adalah lemahnya kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat yang acap kali membuat lemah harga saham di IHSG.

Lalu apa hubungan IHSG dengan makroekonomi?
Ekonomi makro dan ekonomi mikro akan mempengaruhi operasi perusahaan-perusahaan yang ada. Diantara keduanya, ekonomi makro yang lebih cepat menyesuaikan diri dengan harga saham.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline