Lihat ke Halaman Asli

Sherena [part 1]

Diperbarui: 10 Agustus 2016   09:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: Ilustrasi/Internet

Sherena...Nama yang khusus di buat oleh ayah karena memang merindukan tangisan bayi di antara mereka. Sherena diambil dari penggabungan she, sere, dan -na,artinya perempuan yang menjadi emasnya. Maksudnya emas itukan benda berharga,semua orang ingin memilikinya, tetapi tidak semua orang bisa memiliki dengan mudah. Intinya adalah orang tuaku merasa kesulitan untuk memperolehku, pengakuan mereka bukan sengaja menunda, tetapi memang tertunda.Ayah bilang Bunda sangat mudah sedih, hatinya rentan terluka bila orang bercerita atau khusus menanyakan tentang buah hati.

Well... Bunda menerima hasil positif keberadaanku di rahimnya tepat bulan pernikahan, jadi ceritanya hadiah anniversary orang tuaku adalah Aku, She- re- na. Aku adalah anak pertama dari lima bersaudara. Setelah aku lahirlah Ar-Rafif, Rajendra, Baqir, dan Adreena. Kami tinggal di rumah type 100 m2, kamarnya ada tiga, pastinya kalian bisa tebak kamar mana yang padat setelah semuanya beranjak dewasa. 

Usiaku sekarang 28 tahun, sangat matang untuk menikah, tetapi faktanya Aku belum menikah. Di usiaku yang sekarang aku sudah bekerja sebagai Dokter Spesialis Kandungan di sebuah rumah sakit negeri. Selain itu aku juga punya praktek sendiri. Mengapa aku buka praktek sendiri padahal aku adalah seorang PNS?, jawabannya adalah untuk menyediakan lapangan kerja, terutama untuk adikku yang paling bontot. Dia juga bercita-cita menjadi dokter, usia kami terpaut 12 tahun. 

Tahunku meraih cita-cita masih tergolong mudah untuk lulus tes dan segala prosesnya, sedangkan tahun adik-adikku yang kedua dan seterusnya mulai getir. Bukan hanya kecurangan, tetapi memang sulit mendapatkan pekerjaan karena pelamar membludak setiap tahunnya. Untuk itu ku sediakan sejak sekarang. Orangtuaku bilang anak pertama adalah panutan, maka jadilah aku yang merasa sudah pantas untuk ditiru adik-adikku, tetapi tidak termasuk tentang pernikahan.

Semua orang di rumah ini punya aktivitas masing-masing. Pagi hari wanita paling wonder akan bangun duluan, menyuci,menjemur sudah menjadi rutinitasnya sedari dulu hingga kini kami telah bisa melakukanitu sebenarnya, tetapi Bunda merelakan dirinya tetap melakukan itu hingga waktunya tiba, kata beliau. Memasak telur, kukusan sayur, roti, jus dan susu. Itu menu sarapan sepanjang pagi hari dan harus sarapan bersama. Tidak ada yang buru-buru karena terlambat bangun, ada kelas pagi atau berbagai alasan lainnya. Semua duduk manis dan sarapan dengan nikmat. Sekalipun ada yang tidak pergi pagi ini. Jangan harap bisa bermimpi lebih panjang dan detail karena Bunda akan membopongnya ke kamar mandi, dimandikan,dipakaikan pakaian dan didudukkan dengan manis agar tetap hadir dalam kebersamaan pagi, tetapi itu tidak terjadi lagi. Semua sudah terbiasa termasuk Raj, si tampan yang cool. Dulu diayang selalu berulah dan membuat semua orang tidak tepat waktu dan tetap sajadia cool dan mengabaikan itu. 

Bunda juga pastinya sudah memasak bekal makan siang, adik-adik yang laki-laki selalu komentar dengan berbagai alasan. Dengan senyum dan tindakan memasukkan bekal ketas mereka satu per satu Bunda akan bilang “abaikan rasa malu, Bunda sayang semuanya, Bunda mau menyiapkan sendiriapa yang masuk ke dalam mulut anak-anak Bunda. Setelah bekal dari Bunda dimakan, mau jajan silakan, tetapi tetap ingat sehat itu mahal (titik).” Titiknya Bunda tidak pernah ketinggalan. Memang otoriter, tetapi justru bahagia punya Bunda super hebat, segalanya aman terlaksana bahkan terkendali.

Bunda dibantuoleh aku dan Rere akan merapikan meja makan dan mencuci semua peralatan makan.Semua pekerjaan rumah selesai saat ditinggalkan. Semua akan berangkat bersamaan meski dengan kendaraan dan tujuan berbeda. Menyalim dan mencium itu harus dilakukan.Setelah itu semua berangkat. Bunda dan Ayah, Aku, Afif, Aqir naik motor masing-masing. Rere selalu merengek minta diantar oleh Raj. Kalau pulang diaselalu buat pesan di grup keluarga, “Rere sendiri yang belum dijemput, kakak dan abang-abang yang baik hati Rere mau pulang “.

Dari kami semua, Afif akan balas duluan dan langsung menghampiri si bontot. Aku dari dulu sudah hafal banget dengan maksud Rere tidak ikut bis pulang. Dia senang pamerin abang-abangnya yang care padanya. Danaku selalu jadi alternative yang bisa diandalkan kalau semua abangnya tidak bisa. Pertanyaannya kenapa rere tidak pernah minta jemput ayah dan Bunda?, jawabannya adalah si bontot malu digandeng, dicium begitu jumpa di area sekolah, diejekin teman-teman katanya.

Usai shalat Isya, semua duduk dan makan bersama. Selesai itu ada yang pergi, ada yang kekamar, ada yang ikut nonton bersama Ayah Bunda. Aku akan diantar Aqir kepraktekku, tidak jauh dari rumah, tetapi yang jelas bukan di rumah karena malam hari rumah harusnya tenang, kalau rumah dan praktek gabung dikhawatirkan riuh.

Pengambilan nomor ditutup bila aku sudah datang. Tatap wajah dengan pasien hanya Aku lakoni dari usai makan malam hingga pasien habis. Sejauh ini yang paling lama pukul 00.00 WIB dini hari dan rata-rata pukul 23.00 atau 22.00 Aku telah selesai. Seperti tahu tugas, adikku yang laki-laki telah menungguku di depan, entah itu Afif, Aqir lagi atau Raj yang pasti aku tak lagi meminta mereka via telepon. 

Sampai dirumah sudah waktunya tidur. Bunda dulu ajarkan, sebelum tidur berwudlu terlebih dahulu. Orang tua tidak memaksakan kami melakukan ibadah sunnah, keikhlasan masing-masing saja kata Bunda, tetapi yang wajib harus dan tidak boleh beralasan.

Malam ini aku kesulitan tidur, biarpun begitu aku tidak membiarkan setan bergelayutan di mataku. Aku memejamkan mata dalam hati membaca ayat-ayat pendek dari Al-quran, shalawat nabi, istighfar serta bertasbih dan ditutup dengan doa sebelum tidur. Kudengar suara pintu kamar terbuka, sengaja aku tidak membuka mata karena memang seharusnya aku sudah terlelap.Tak ada khawatir kalau yang membuka pintu adalah orang jahat. Seingatku yang punya duplikat kunci kamar hanya orang tua kami. Pengakuan dari Bunda sebelum tidur Bunda akan memeriksa putra-putrinya. Dengan penasaran aku menantikan apayang akan Bunda lakukan kepada kami.

Kurasakan Bunda tepat disisiku, mengelus rambutku sesekali dan lama-lama kurasakan lengannya melewati rambutku, Aku yakin Bunda mengelus rambut adikku juga dalam waktu bersamaan. Sambil mengiramakan shalawat. Mungkin Bunda menghantar tidur kami dengan shalawat ini seumur kehidupan kami. Sungguh tenang dan damai rasanya.Lalu Bunda melanjutkan  dengan rangkaian kalimat indah, Bunda bilang “Ruhku tidur, insanku tidur, tidurlah Aku di lantai bumi, tidurlah aku di dalam Mahiram Mekah, badan terhantak  lalu terhabah, hilanglah aku dalam kulimah Lailahailallah” rasanya suara itu bergetar dan kudengar Bunda berdoa dan aku merasakan syahdunya doa Bunda.

“Ya Allah, Alhamdulillah atas kepercayaan engkau telah menitipkan anak-anak kepada hamba dan suami. Hampir setahun hamba merasa hidup sangat hambar tanpa kehadiran mereka, mohon ampun ya Rabb bukan karena hamba tidak bersabar dalam ujian yang engkau berikan, hamba merasakan sesuatu yang menyakitkan bila orang mempertanyakan rezeki-Mu ini. Alhamdulillah sekarang engkau telah melepaskan hamba dan suami dari itu. Kelak bila kami kembali kepadamu ada yang mendoakan kami, Amiin.” Bunda mengecup keningku dan pasti juga adikku. Bunda berkata selamat tidur sayang, semoga Allah masih mempertemukan kita dengan mentari. Kurasakan belaian Bunda terlepas dan kuyakin Bunda tengah melangkah menjauh dan keluar. Bunda kembali mengunci pintu.Setelah dari sini pasti Bunda ke kamar adik laki-laki. 

-Bersambung-----

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline