Lihat ke Halaman Asli

Tepatkah Momentum Program (Wajar) 12 Tahun?

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

134651574440710662

[caption id="attachment_209976" align="aligncenter" width="620" caption="Siswa SMP, SMK, dan SMA menunjukkan Kartu Gratis Wajib Belajar 12 Tahun seusai penyerahan secara simbolis kartu tersebut oleh Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo di SMKN 13, Rawa Belong, Jakarta Barat, Rabu (1/8/2012). Dengan kartu ini, maka siswa dijamin memperoleh pendidikan gratis baik operasional sekolah maupun operasional pendidikan./Admin (KOMPAS/Wisnu Widiantoro)"][/caption]

Wacana pendidikan Program Wajib Belajar (Wajar) 12 Tahun seperti yang diungkapkan Menteri Pendidikandan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh di Gedung Kemdikbud, di Gedung Kemdikbud, Jakarta hari kamis kemarin menyebutkan tahun 2013 sudah ada amandemen Wajib Belajar dari 9 ke 12 Tahun. Tergantung pembahasan dengan DPR. Hal ini tentu saja akan merubah system pedidikan nasional dari sabang sampai merauke yang memang apakah sudah siap perintah daerah melaksanakan pendidikan wajib belajar 12 tahun. Selain itu seperti yang disampaikan oleh Dirjen Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Hamid Muhammad,''pemerintah memang tidak akan menunda-nunda penerapan program wajar 12 tahun. Menurutnya, program tersebut sudah menjadi tuntutan perkembangan pendidikan dunia sehingga  Indonesia mampu mengejar ketertinggalan dari Negara lainnya ''(JPNN, 31 agustus 2012).

Hanya ingin mengejar ketertinggalan pendidikan dari Negara lainnya. Memang sungguh bagus rencana pemerintah tersebut hanya saja apakah semua itu harus berpatokan pada Negara lain seperti penerapan jurnal ilmiah bagi mahasiswa untuk memenuhi syarat kelulusan sarjana?

Tentu hal itu tidak bisa dipersamakan. Hanya dalam hal ini kenapa harus lagi-lagi dengan alasan yang orientasinya pada Negara lain. Apakah pendidikan Indonesia sedemikian terpuruknya? Sehingga memandang Negara lain lebih maju dan bermutu. Apakah tidak sepantasnya membanggakan dan mengoptimalkan alasan yang lebih mempribumikan pada alasan ke-nasionalan yang terjadi selama ini di dalam negeri bukan melihat keluar.

Apakah tujuannya hanya untuk liberalisasi pendidikan saja? Mengundang pendidik asing di negeri kita yang sejauh ini dalam UU sisdiknas terdapat dalam Pasal 65 Ayat 1-3. Pasal ini dinilai terlalu liberal karena Amerika Serikat saja yang dikenal liberal sangat melindungi pendidikan bangsanya, sebaliknya kita justru mengundang asing untuk turut mendidik bangsa kita. Apakah hal ini ada maksud seperti itu pula? Padahal di pasal itu menjadi bahan revisi, apakah masih mau dengan keadaan semula dengan menggundang pendidik asing masuk di Indonesia?

Terlebih lagi peggodakan di DPR mengenai Revisi UU sisdiknas belum selesai dan memang ini sama dijelaskan oleh Hamid Muhammad bahwa penerapan wajib belajar 12 tahun masih dalam tahap rintisan karena masih menunggu proses revisiatas UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Memang hal ini sebagai persiapan untuk memajukan pendidikan di Indonesia yang lebih baik kedepannya. Hanya saja. Kenapa pemerintah sepertinya 'sengaja' untuk mengguliran wacana pendidikan 12 tahun? Hal ini hanya akan memperkeruh suasana di pelosok dearah. Tertama sekolah-sekolah yang belum siap di daerah untuk menyelenggarakan pendidikan wajib belajar 12 tahun. Kebijakan ini sepertinya terburu-buru diungkap di media.Hal ini harusnya masih disimpan terlebih dahulu sebagai rencana kedepan bukan untuk komsumsi publik. Memang tak ada masalah dalam hal ini sebagai transparansi pemerintah dalam era kerbukaan informasi seperti ini. Hanya saja momentnya belum tepat.Padahal revisi UU sisdiknas saja belum selesai malah diburu dengan agenda baru.

Apakah hanya untuk mengaburkan, membuyarakan dan mengalihkan perhatian masyarakat pada fokus perhatian untuk melihat revisi UU sisdiknas yang belum tentu dapat mengakomodir bagi terlaksananya pendidikan yang baik.Tentu nantinya ada masukan-masukan yang mungkin kurang sesuai dengan implementasi di lapangan jikaUU sisdiknas tersebut sudah benar-benar di revisi. Itu saja nanti pasti ada polemic atau kritikan lagi.

Jika melihat pasal di dalam UU sisdiknas yang sebelum di revisipasal 43 Ayat 2-3 mengatur masalah komitmen pemerintah dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan dasar, tetapi Pasal 46 Ayat 1 jelas memberikan beban tanggungjawab kepada masyarakat untuk menanggung pendanaan pendidikan, hal ini jika terlewatkan dan tidak diperhatikan dari pasal ini, maka tentu masyarakat pulalah yang ikut bertanggungjawab terhadap pendidikan. Hal ini sangat disayangkan jika pemerintah daerah setempat belum siap untuk menyelenggarakan pendidikan wajib belajar 12 tahun, terlebih lagi akan menjadi beban masyarakat daerah juga.

Padahal di seluruh nusantara pendidikan di dearah belum semuanya sempurna baik mutu, tenaga pendidik, prasana dan sarana di sekolah.Hal itu belum seimbang dengan kebijakan yang ada.Jika kebijakan itu benar-benar dilaksanakan, maka proyek besar-besaran di daerah akan semakin meningkat, tertama proyek pembangunan fisik sekolah dengan memperbaiki, menambah SMA/SMK. Memang tak apalah perbaikan SMA dan SMK yang rusak di daerah sekolah daerah tertinggal, namun tak haruslah dengan kebijakan wajib belajar 12 tahun ini diajadikan alasan untuk memperbaiki sekolah yang rusak.

Karena nanti pulalah kebijakan baru ini pastinya akan menimbulakan korporasi pendidikan baik untuk penyelenggaran Ujian Nasional, penambahan fasilitas sekolah hal ini tentu akan menjadi pembekakan dana secara nasional terlebih lagi jika itu dibebankan kepada orang tua siswa.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline