Pengertian dan ruang lingkup teori hukum mencakup analisis mendalam terhadap prinsip-prinsip dasar yang membentuk hukum serta cara-cara hukum diterapkan dan diinterpretasikan (Barzel, 2002). Teori hukum tidak hanya berusaha menjelaskan apa itu hukum, tetapi juga mengeksplorasi bagaimana hukum seharusnya berfungsi dalam masyarakat. Teori hukum memandang hukum sebagai instrumen untuk mencapai keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan sosial (Barzel, 2002). Namun, seperti yang dikemukakan oleh Holmes, ada perbedaan mendasar antara hukum dan moralitas, Teori hukum modern menekankan pentingnya memisahkan analisis hukum dari penilaian moral untuk menghindari bias dan kesalahan interpretasi (Van Den Berge, 2022) tentang konteks di mana hukum tersebut berlaku. Teori hukum juga mencakup analisis tentang bagaimana hukum diterapkan dalam praktik, termasuk peran pengadilan, advokat, dan lembaga penegak hukum lainnya. Pentingnya teori hukum terletak pada kemampuannya untuk menyediakan kerangka kerja konseptual yang membantu dalam memahami, menginterpretasikan, dan mengkritisi hukum. Teori hukum juga berfungsi sebagai panduan dalam pengembangan hukum baru, memastikan bahwa hukum tersebut tidak hanya sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini tetapi juga adil dan efektif dalam mencapai tujuannya. Dalam konteks tata negara, Pemahaman yang komprehensif tentang konteks di mana hukum berlaku sangat penting untuk menerapkan teori hukum secara efektif. Selain itu, teori hukum tidak hanya berfungsi sebagai alat analisis tetapi juga sebagai panduan dalam pengembangan hukum baru, memastikan bahwa hukum tersebut memenuhi kebutuhan masyarakat, serta adil dan efektif dalam mencapai tujuannya. Dengan demikian, teori hukum tata negara menjadi fondasi yang kuat dalam membangun sistem hukum yang responsif dan berkeadilan.
Pada masa lalu, istilah "teori hukum tata negara" sangat jarang sekali terdengar, apalagi dibahas dalam perkuliahan maupun forum-forum ilmiah. Hukum Tata Negara yang dipelajari oleh mahasiswa adalah Hukum Tata Negara dalam arti sempit, atau Hukum Tata Negara Positif. Hal ini dipengaruhi oleh watak rejim orde baru yang berupaya mempertahankan tatanan ketatanegaraan pada saat itu yang memang menguntungkan penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya. Teori Hukum Tata Negara adalah cabang dari ilmu hukum yang mempelajari tentang sistem pemerintahan, hak dan kewajiban warga negara, serta hubungan antara lembaga-lembaga negara (Abqa et al., 2023). Perkembangan teori ini telah melalui berbagai tahapan penting sejak zaman kuno hingga era modern. Perjalanan teori hukum tata negara dipengaruhi oleh pemikiran tokoh-tokoh terkemuka yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pembentukan dan evolusinya (Widodo et al., 2023). Tokoh-tokoh ini berasal dari berbagai latar belakang dan periode sejarah, mulai dari filsuf Yunani kuno hingga pemikir modern, yang masing-masing membawa perspektif dan pendekatan yang berbeda dalam memahami dan menerapkan hukum tata negara.
Perjalanan Teori Hukum Tata Negara menunjukkan evolusi yang signifikan dari konsep-konsep dasar tentang negara dan pemerintahan hingga pendekatan modern yang lebih kompleks dan mendalam. Di zaman kuno, pemikiran Plato dan Aristoteles
membentuk dasar-dasar teori tentang negara ideal dan bentupemerintahan. Pada abad pertengahan, Thomas Aquinas mengintegrasikan prinsip-prinsip hukum alam ke dalam konteks hukum tata negara. Pemikiran realistis Machiavelli pada masa Renaisans kemudian memberikan pandangan pragmatis tentang kekuasaan dan politik Pada abad pencerahan, tokoh seperti John Locke dan Montesquieu membawa ide-ide tentang hak-hak individu dan pemisahan kekuasaan yang menjadi dasar penting bagi teori hukum tata negara modern. Pemikiran Hegel di abad 19 mengaitkan peran negara dengan perkembangan moral individu, sementara pada abad 20, Hans Kelsen dan Carl Schmitt menawarkan pendekatan baru dalam memahami hubungan antara hukum, politik, dan keadaan darurat Di era modern, kontribusi John Rawls dan Ronald Dworkin memperkaya teori hukum tata negara dengan fokus pada keadilan, fairness, dan interpretasi moral dalam hukum. Perkembangan ini menunjukkan bahwa teori hukum tata negara terus berkembang seiring dengan perubahan sosial, politik, dan filosofis yang terjadi di masyarakat.
Dengan demikian, pemahaman tentang asal usul dan perkembangan teori hukum tata negara memberikan wawasan yang mendalam tentang bagaimana konsep-konsep dasar hukum dan pemerintahan telah berkembang dan dipengaruhi oleh pemikiran tokoh-tokoh terkemuka sepanjang sejarah. Pemikiran Hukum Tata Negara baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi terhegemoni bahwa tatanan ketatanegaraan berdasarkan Hukum Tata Negara Positif pada saat itu adalah pelaksanaan dari Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Akibatnya, pembahasan sisi teoritis dari Hukum Tata Negara menjadi ditinggalkan, bahkan dikekang karena dipandang sebagai pikiran yang "anti kemapanan" dan dapat mengganggu stabilitas nasional.
Padahal dari sisi keilmuan, Hukum Tata Negara dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah staatsrecht atau hukum negara (state law) yang meliputi 2 pengertian, yaitu staatsrecht in ruimere zin (dalam arti luas), dan staatsrecht in engere zin (dalam arti sempit). Staatsrecht in engere zin atau Hukum Tata Negara dalam arti sempit itulah yang biasanya disebut Hukum Tata Negara atau Verfassungsrecht yang dapat dibedakan antara pengertian yang luas dan yang sempit. Hukum Tata Negara dalam arti luas (in ruimere zin) mencakup Hukum Tata Negara (verfassungsrecht) dalam arti sempit dan Hukum Administrasi Negara (verwaltungsrecht). Pada masa lalu, Prof. Dr. Djokosoetono lebih menyukai penggunaan verfassungslehre daripada verfassungsrecht. Istilah yang tepat untuk Hukum Tata Negara sebagai ilmu (constitutional law) adalah Verfassungslehre atau teori konstitusi. Verfassungslehre inilah yang nantinya akan menjadi dasar untuk mempelajari verfassungsrecht.
Di sisi lain, istilah "Hukum Tata Negara" identik dengan pengertian "Hukum Konstitusi" sebagai terjemahan dari Constitutional Law (Inggris), Droit Constitutionnel (Perancis), Diritto Constitutionale (Italia), atau Verfassungsrecht (Jerman). Dari segi bahasa, Constitutional Law memang biasa diterjemahkan menjadi "Hukum Konstitusi". Namun, istilah "Hukum Tata Negara" jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, kata yang dipakai adalah Constitutional Law. Oleh karena itu, Hukum Tata Negara dapat dikatakan identik atau disebut sebagai istilah lain belaka dari "Hukum Konstitusi".
Reformasi Dan Perkembangan Teori Hukum Tata Negara
Teori Hukum Tata Negara mulai mendapat perhatian dan berkembang pesat pada saat bangsa Indonesia memasuki era reformasi. Salah satu arus utama dari era reformasi adalah gelombang demokratisasi. Demokrasi telah memberikan ruang terhadap tuntutan-tuntutan perubahan, baik tuntutan yang terkait dengan norma penyelenggaraan negara, kelembagaan negara, maupun hubungan antara negara dengan warga negara. Demokrasi pula yang memungkinkan adanya kebebasan dan otonomi akademis untuk mengkaji berbagai teori yang melahirkan pilihan-pilihan sistem dan struktur ketatanegaraan untuk mewadahi berbagai tuntutan tersebut.
Tuntutan perubahan sistem perwakilan diikuti dengan munculnya perdebatan tentang sistem pemilihan umum (misalnya antara distrik atau proporsional, antara stelsel daftar terbuka dengan tertutup) dan struktur parlemen (misalnya masalah kamar-kamar parlemen dan keberadaan DPD). Tuntutan adanya hubungan pusat dan daerah yang lebih berkeadilan diikuti dengan kajian-kajian teoritis tentang bentuk negara hingga model-model penyelenggaraan otonomi daerah.
Tuntutan-tuntutan tersebut meliputi banyak aspek. Kerangka aturan dan kelembagaan yang ada menurut Hukum Tata Negara positif saat itu tidak lagi sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kehidupan masyarakat. Di sisi lain,berbagai kajian teoritis telah muncul dan memberikan alternatif kerangka aturan dan kelembagaan yang baru. Akibatnya, Hukum Tata Negara positif mengalami "deskralisasi". Hal-hal yang semula tidak dapat dipertanyakan pun digugat. Kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara dipertanyakan. Demikian pula halnya dengan kekuasaan Presiden yang dipandang terlalu besar karena memegang kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan membentuk UU. Berbagai tuntutan perubahan berujung pada tuntutan perubahan UUD 1945 yang telah lama disakralkan.