Lihat ke Halaman Asli

Desak Ristia

Be Stronger

Tentang Candu dan Keterikatan

Diperbarui: 12 September 2020   15:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tulisan ini seperti tanpa referensi. Hanya karena referensinya terlalu banyak dan sudah masuk di alam bawah sadar sejak mulai mengenal dunia fana sampai saat ini. Sampai lupa referensi mana yang digunakan untuk potongan demi potongan kalimat. Ini juga buah pikir mungkin tidak ilmiah. Juga pendapat pribadi mungkin kita tak sependapat, itu lumrah. Jikalau sependapat mari kita tos dan minum teh bersama. Dan saya juga bukan seorang psikolog ^_^ :D

Setiap orang pasti pernah mengalami keterikatan. Keterikatan pada objek, benda, orang, atau bahkan Tuhannya. Keterikatan adalah keadaan atau hal terikat. Sering kali kita membatasi diri kita pada suatu ikatan. Contoh keterikatan kita terhadap orang, dalam bentuk suatu hubungan. Seringkali kita tak ingin keterikatan ini lepas dan amat menyenanginya.

Keterikatan menimbulkan candu. Iya candu, yang menjadikan kita gemar dan menyukainya. Anak muda biasanya mengalami candu dalam hubungan berpacaran. Candu untuk selalu intens berkomunikasi dengan pasangannya. Mereka sedang mencari jati diri dan belum dewasa. Candu yang juga menimbulkan penyakit belakangan. Kita sering menyebutnya toxic relationship. Bukan hanya anak muda. Orang dewasa juga banyak yang seperti ini. 

Kita sebut Narkoba/Narkotika berbahaya salah satunya karena menimbulkan candu. Sebagian lagi mengatakan nikotin dalam rokok adalah candu yang berbahaya. Belakangan, ada candu yang lebih populer di kalangan anak muda game, medsos, K-Pop, K-drama juga anime. Semuanya mengambil sebagian besar waktu produktif. 

Kita terlena dan terjebak dalam candu yang bermakna negatif. Tapi siapa sangka candu anak muda terhadap game dapat menghasilkan uang. Begitupun candu terhadap medsos. Bukankah itu kreatif dan inovatif?

Lain lagi dengan pejabat yang korup mereka juga candu. Candu pada kemewahan dan kemegahan yang berujung keterikatan hingga sulit melepaskan diri dari ikatan tersebut. Dari satu bui ke bui yang lain mereka tetap tak berubah. 

Apakah generasi penerus bangsa kita kelak akan mengalami candu mode ini? Ketika preferensi mereka saat ini adalah game, medsos, K-Pop, K-drama, juga nongki dari satu cafe ke cafe yang lain. Apakah preferensi mereka selalu bermakna negatif? Tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya.

------------------------------------------------

Penulis sendiri adalah orang yang tidak menyukai keterikatan dan candu pada sesuatu yang berkonotasi negatif. Walaupun yang negatif tadi bisa amat sangat menyenangkan. Kesenangan yang bisa jadi sesat dan sesaat. Sekali lagi tergantung dari preferensi kita. Penulis bahkan tidak memiliki satupun game dalam smartphone termasuk laptop. Mengapa? Preferensi.

------------------------------------------------

Keterikatan dan candu juga dapat menimbulkan keresahan dan kekhawatiran kalau-kalau semua itu tidak didapat/terpenuhi. Efek samping sedang menunggu. Ketika kita bergantung terhadap orang lain itu juga suatu bentuk keterikatan. Ketika orangnya tidak ada kita linglung tanpa arah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline