Lihat ke Halaman Asli

Fatimah Azzahrah

Mahasiswa S1 Pariwisata di Universitas Gadjah Mada

Bermain Ramalan di ARTJOG 2024

Diperbarui: 14 September 2024   15:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lorong Suara Keheningan karya Agus Wage dan Titarubi | Dokumentasi pribadi

ARTJOG merupakan pameran seni yang diselenggarakan tiap tahunnya dengan bertujuan menjadi titik temu berbagai gagasan baru dalam seni dan kreativitas. 

ARTJOG tahun ini sukses digelar selama 64 hari dengan mengusung tema "Motif: Ramalan". Tema ini mengeksplorasi ramalan dan persepsi tentang waktu yang dipengaruhi oleh imajinasi, kreativitas, serta elemen budaya. Melalui kreativitas para seniman, ramalan bukan hanya sekadar prediksi, tetapi kemungkinan dan harapan yang bisa terjadi di masa depan.

Saya berkesempatan datang ke ARTJOG yang digelar di JNM Bloc selama tiga hari. Di hari pertama saya menjelajahi galeri bersama teman-teman saya, hari kedua mengikuti exhibition tour bersama kurator ARTJOG tahun ini, dan hari terakhir menonton acara musik di closing ceremony. Tiga hari itu menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi saya, karena dapat mengubah perspektif saya akan seni lewat transfer pengetahuan yang terjadi di ARTJOG.

Pada kunjungan hari pertama, saya sibuk menjelajahi karya seni di tiap lantainya. Banyak pengunjung yang tampak antusias, entah hanya untuk berswafoto maupun berbincang-bincang dengan para gallery sitter

Perhatian saya terpaku di lantai satu dan tiga dengan instalasi Noir: Under Construction History of Surrealism and Consumerism Days karya Trio Muharam dan Pembacaan Serat Centhini, Empat Puluh Malam dan Satunya Hujan oleh Nicholas Saputra dan Happy Salma.

Hasil print out dari ramalan kode QR | Dokumentasi pribadi

Instalasi Noir: Under Construction History of Surrealism and Consumerism Days karya Trio Muharam ini terletak di lantai tiga. Karya ini terbilang unik karena jika dilihat dengan mata telanjang hanya menampilkan kode QR, tetapi di belakangnya terdapat potongan samar film noir yang hanya bisa diintip oleh pengunjung. Untuk mengetahui hasil jelas ramalannya, pengunjung bisa memberikan hasil scan kode QR ke gallery sitter

Pengunjung juga bisa membawa print out ramalan yang berupa kertas struk dengan membayar sebesar pay as you wish atau seikhlasnya. Menurut saya, cara Trio Muharam menggambarkan bentuk konsumerisme dalam kehidupan sehari-hari lewat estetika film noir dan medium kode QR sangatlah jenius. Ia mampu menggambarkan konsumerisme lewat pengunjung yang rela membayar hasil scan ramalan karyanya.

Di hari kedua kunjungan ARTJOG, saya mengikuti exhibition tour bersama salah satu kurator ARTJOG tahun ini, Hendro Wiyanto. Pada tur pameran ini, saya berkesempatan untuk bertanya langsung ke kurator terkait pemaknaan tema Ramalan di tiap karya seni yang ada. Sebagai orang awam, saya cukup heran dengan beberapa instalasi karya yang terkesan tidak nyambung dengan tema. 

Tetapi, setelah mengikuti tur pameran ini, saya menjadi paham bagaimana para seniman ARTJOG tahun ini memaknai Ramalan. Selain itu, saya juga mendapatkan buku gratis karena menjadi salah satu partisipan ketika sesi tanya jawab. Buku ini berjudul Empat Puluh Malam dan Satunya Hujan yang berisi tembang-tembang dari Serat Centhini yang nantinya dibacakan oleh Nicholas Saputra dan Happy Salma di instalasi Pembacaan Serat Centhini, Empat Puluh Malam dan Satunya Hujan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline