Lihat ke Halaman Asli

Cita-Cita, Masa Depan ? Boro-boro Mikirin Begituan..

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih teringat ketika masa kuliah dulu, waktu itu sambil kuliah gue buka usaha Kuliner dengan konsep Warung tenda dibogor. Bener2 pengalaman yang menyenangkan. Tiap sabtu gue balik ke bogor, padahal rumah gue kan dijakarta. hehehe.

Singkat cerita, Ketika pulang "dagang" dari bogor, Kereta listrik yang gue tumpangi dari Stasiun bogor perlahan-lahan mulai memasuki stasiun manggarai. Saat itu malam sudah hampir larut kira-kira Pukul 09.00,  mungkin kereta yang saya tumpangi adalah kereta terakhir. Para penumpang yang akan turun di manggarai, sudah bersiap-siap di depan pintu. Sementara di luar kereta gue lihat masih ada kesibukan kaum urban yang akan menggunakan kereta terakhir tersebut. Mereka kebanyakan berdiri,karena fasilitas tempat duduk kurang memadai. Sebuah lagu lama dari PT. KAI pun berkumandang dengan setia.

Sedang asik-asiknya memandangi suasana distasiun, Tiba-tiba terdengar suara anak kecil membuyarkan keasyikan gue yang sedang mengamati perilaku orang-orang di manggarai. Terlihat seorang bocah berumur sekitar 10 tahun berdiri disamping gue. Kondisi fisiknya menggambarkan tekanan kehidupan yang berat baginya. Kulitnya hitam dekil dengan baju kumal dan robek-robek disana-sini. Tubuhnya kurus kering tanda kurang gizi. Kak, “Boleh minta minumnya gak?" Katanya dengan penuh sopan, sambil jarinya menunjuk ke arah Botol minum di atas bangku yang kosong disamping saya. Pandangan saya segera mengikuti arah telunjuk si bocah. Oh, air minum dalam kemasan botol yang saya beli distasiun bogor, belum sempat saya minum.

"Iya, ambil saja." Jawab gue singkat dan masih termenung memandangi bocah itu. Gue bahkan sudah tidak peduli sama sekali dengan air itu.

“Nih…” kata gue sambil memberikan air minum kemasan Botol kepada bocah itu. Diterimanya air itu dengan senyum simpul. Senyum yang tulus. Makasih ya Kak. kata bocah itu.

Malam itu  gue cuma beli air minum dalam kemasan botol untuk jaga-jaga dari rasa haus. Saat itu Perut Gue  udah cukup terisi dengan makan di rumah temen gue.

Sejurus kemudian, gue turun dari kereta. Bocah tadi ikut turun dan berjalan beririringan dengan 3 orang temannya yang lain yang telah menunggunya distasiun. Masing-masing membawa tas kresek di tangannya. Keempat anak itu kemudian duduk melingkar dilantai emplasemen distasiun manggarai. Mereka duduk begitu saja. Mereka tidak repot-repot membersihkan lantai yang terlihat kotor. Masing- masing kemudian mengeluarkan isi tas kresek masing-masing.

Gue pun mengikuti dan duduk tak jauh dari mereka duduk. Setelah gue perhatiin, rupanya isinya adalah “harta karun” yang mereka temukan di atas kereta. Gue lihat ada roti yang tinggal separoh, jeruk, sisa nasi catering  dan air minum dalam kemasan botol.

Selanjutnya dengan rukun mereka saling berbagi “harta karun” temuan mereka dari kereta. Gue lihat bocah paling besar yang gue anggap sebagai kepala suku menciumi nasi bekas catering kereta untuk memastikan apakah sudah basi atau belum. Tanpa menyentuh sisa makanan, kotak nasi itu kemudian disodorkan pada temannya. Oleh temannya, nasi sisa tersebut juga dibaui. Kemudian, dia tertawa dengan penuh gembira sambil mengangkat tinggi-tinggi sepotong paha ayam goreng. Gue lihat, paha ayam goreng itu sudah tidak utuh dan telur yang masih tampak bulat. Untuk ayam goreng terlihat jelas bekas gigitan seseorang. Tapi si bocah tidak peduli, dengan lahap paha ayam itu dimakannya bersama-sama. Demikian juga makanan sisa lainnya. Mereka makan dengan penuh lahap. Sungguh, sebuah “pesta” yang luar biasa. beda dengan pesta kaum lain diluar sana. Pesta kemudian diakhiri dengan berbagi air minum dan dituangkan didalam kemasan gelas bekas yang telah mereka sobek segel2nya. !

lalu gue pun menghampiri mereka. Menyaksikan itu semua, gue jadi tertegun. Gue lihat ndiri persis di depan mata, potret anak-anak kurang beruntung yang mencoba bertahan dari kerasnya kehidupan. Nampaknya hidup mereka adalah apa yang mereka peroleh hari itu. Hidup adalah hari ini. Esok adalah mimpi dan misteri yang belum sempat mereka pikirkan kelanjutannya.

Cita-cita ?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline