Lihat ke Halaman Asli

Review Film The Bang-bang Club

Diperbarui: 24 Juni 2015   21:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sebagai Mahasiswa saya mengatakan film ini sangat menarik, karena dalam film ini terdapat sebuah kisah nyata kehidupan beberapa orang jurnalis foto dalam peliputan di daerah konflik Afrika Selatan yaitu kekerasan terkait pemilu bebas pertama pasca apartheid di Afrika Selatan era 90-an, Bukan hanya itu film ini menjelaskan seluruh kehidupan mereka mulai dari Pertemanan, Rekan serta Percintaan.

Terdapat empat tokoh fotografer muda dalam film ini, yakni Greg Marinovich (Ryan Phillipe), Joao Silva (Neels VanJaarsveld), Kevin Carter (Taylor Kitsch), dan Ken Oesterbroek (Frank Rautenbach). Mereka berjuang untuk hidup dan bekerja keras agar dapat menunjukkan karya terbaik mereka kepada dunia. Berlari, sembunyi, uji nyali di antara desingan peluru dan di tengah pertikaian, membuat jantung berdebar. Tanpa tahu apa yang akan mereka temui dan dapatkan, kamera terus membidik ke segala arah. Aroma perjuangan terasa kental sepanjang film ini konflik yang pecah berlangsung kolosal. Apalagi tindakan-tindakan sadis dan brutal selama konflik juga digambar dengan jelas.

Film ini diangkat dari buku berjudul MARINOVICH AND SILVA. Buku yang bertutur tentang sensasi ketegangan pasca perang ras di Afrika Selatan dan moral untuk mengungkap kebenaran ini ditulis oleh Greg Marinovich dan Joao Silva setahun setelah tewasnya Oesterbroek dan bunuh dirinya Kevin Carter pada Juli 1994.

Tak lengkap rasanya jika film tanpa bumbu cinta. Melengkapi cerita, setiap tokoh mendapat bagian untuk menceritakan wanita yang mereka cintai atau sekedar kencan. Kehidupan seks mereka dalam film ini cukup vulgar, Selain ituKevin Carter kehidupan nya juga tak lepas dari narkoba. Manusiawi ketika seseorang memerlukan seks atau narkoba untuk dirinya, yang terlihat dari film ini seks dan narkoba merupakan penenang atau relaksasi bagi dirinya, memang bukan untuk ditiru tapi mengingat budaya pada masa itu, siapapun bisa menikmati seks dan narkoba.

Greg Marinovich mendapatkan Pulitzer Prize dengan karya foto jurnalisnya 'Zulu Spy 1992' (supporters SAANC burning alive a man) dan Kevin Carter mendapatkan Pulitzer Prize dengan karya foto jurnalisnya 'Bearing Witness 1994' (gadis sudan kelaparan yang di dekatnya ada burung bangkai sedang menunggu gadis tersebut mati untuk dimakan).Pada akhirnya, penonton akan dibawa pada kesimpulan bahwa tanpa ada narasi pun, foto bisa menjadi penutur yang kuat untuk kondisi konflik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline