Lihat ke Halaman Asli

Deri Prabudianto

Hanya orang biasa

Namaku Awai 225-226

Diperbarui: 7 Juli 2018   08:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

" Kamu didorong ibumu ke laut, tenggelam selama 2 jam. Aku sudah nyaris putus asa. Ya Tuhan ! Syukurlah, Tuhan telah mengembalikan Awaiku dalam keadaan selamat !" seru Tiong It sangking gembira.

" Apa ? Aku tenggelam selama 2 jam ?" Awai berusaha bangkit. Bajunya basah semua, dan ia merasa kedinginan.

" Betul, kamu tenggelam selama 2 jam. Kamu disandera Hantu Laut. Entah kenapa kemudian Hantu Laut mengembalikan padaku, "

Awai menatap seluruh tubuhnya. Masa sih ia tenggelam selama 2 jam masih hidup? Tenggelam 10 menit saja perutnya buncit mirip ikan buntal. Tiong It mengatakan dia disandera Hantu Laut? Benarkah di laut ada hantu Laut ? Ia bergidik. Ia teringat omongan Tok Samat. Ayahnya menabrak Hantu Jambut Berbulu, akibatnya mati sebelah. Ia disandera Hantu Laut, apakah ia ikut mati sebelah ? Awai melompat untuk berdiri. Ia limbung hingga hampir terjengkang ke laut. Untung Tiong It siaga dan menyangga tubuhnya.

Awai memegang kepalanya. Agak pening, tapi ia melihat hari sudah nyaris gelap. " Aku harus pulang." Ia meronta dari dekapan Tiong It. Embernya masih tergeletak di dermaga. Ia memungut dan membawa ke kedai kopi.

Kedai kopi sudah tutup. Awai menyimpan ember ke tong kosong penjual sayur. Ia naik sepedanya pulang tanpa menghiraukan Tiong It yang mengekorinya entah sampai dimana.

Tukang Kepiting garuk garuk kepala melihat Awai kembali dalam keadaan hidup. Ia mengucekmatanya hingga sakit, tapi yang dilihatnya tetap Awai, bukan roh gentayangan.

Tiba di rumah hari sudah gelap. Awai masuk lewat pintu belakang. Bajunya hampir kering. Ia masuk ke kamar mandi. Saat masuk ke rumah, ia dihadang oleh ibunya. Ibunya menatapnya dengan sikap curiga.

" Tak jadi mati, kamu !"

" Teganya mama mendorong Awai ke laut. Kalau mama ingin Awai mati, Awai akan mati dengan sukarela di hadapan mama..." Awai menjatuhkan dirinya, bersujud di depan ibunya.

Huina bukan terhibur mendengar omongan anaknya, malah memaki " Keparat, melawan lagi !" Kaki Huina menyepak. Awai terpelanting. Kepalanya membentur pintu. Rasa sakitnya tak terkira. Pelan pelan kesadaran Awai menghilang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline