Lihat ke Halaman Asli

Beauty and The Beast (72)

Diperbarui: 25 April 2019   05:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Kepala Meilan menunduk. Kian menunduk. " Aku sudah ketahuan, mungkin harus kugunakan kesempatan ini untuk memintanya pergi." Ucap Meilan lirih.
" Memintanya pergi? Usir dia, bukan memintanya pergi !"
" Dia menulis catatan di pintu belakang. " beber Meilan.

" Mana? Coba kulihat ! " Melli menghilang. Meilan cepat-cepat turun melalui tali, membuka pintu belakang dan masuk dengan hati-hati. Dilihatnya Melli sedang membaca tulisan Aldi.
" Hohoho... ternyata bukan hanya kamu yang mengintai dia, dia juga mengintai kita. Dia tahu nama kita. Artinya ia mencuri dengar pembicaraan kita. Kematianku sudah 14 tahun, disini sudah tak ada yang ingat nama kita kecuali kakekku." Hantu Melli bersedekap.

" Menurutmu, apa yang harus kulakukan ?" tanya Meilan gugup. Aldi sudah tahu ia yang menulis catatan itu. Aldi tahu ia masih hidup, tapi diam saja. Kenapa demikian ? Kalau Aldi menceritakan hal itu pada orang lain, tentu rumahnya sudah diobrak-abrik untuk mencari keberadaannya. Apakah diamnya Aldi berarti Aldi tak ingin membongkar rahasianya?

" Dia mengintai kita artinya dia tahu kamu masih hidup. Hanya ada satu cara untuk membungkamnya," Melli tersenyum misterius.
" Apa ? " Tanya Meilan.
" Bunuh dia !"
" Jangan ! "

" Kalau kamu tak membunuhnya, dia punya kesempatan untuk menyebarkan bahwa kamu masih hidup, bersembunyi di rumahmu, akan ada yang datang melakukan pencarian, atau pembongkaran. Itu akan membuatmu tak bisa memiliki rumahmu lagi, Meilan !" suara Melli menekan, membuat Meilan tak berdaya, bahkan gak bisa ngomong apa-apa.

" Dia tak menyebarkannya. Tak ada yang datang kemari selain dia." Setelah tenang, Meilan mengatakan hal itu.

" Oke, taruhlah gak ada yang datang mengusirmu, apa kamu lupa dia itu editor? Editor bisa menulis, bisa memotret. Andai kamu terpotret olehnya, lalu ia menulisnya di koran, mampuslah kamu ! Ayo bunuh dia !" Melli keluar, menyambar pisau yang terselip di bawah kompor, masuk kembali untuk menyerahkan pisau pada Meilan.

Meilan dilanda kebingungan. Haruskah ia membunuh Aldi demi mempertahankan rahasianya ? Kalau ia tidak membunuh Aldi, bisa saja Aldi melakukan apa yang diomongkan Melli tadi. Hidupnya semakin terancam.
" Bunuh dia !" teriak Melli.

Meilan berada dititik nadir. Kebingungannya memuncak, tangannya gemetar, tanpa disadari ia mendorong pintu kamar Aldi. Pintu itu terbuka. Lampu kamar redup, hanya 5 watt, tapi Meilan hapal dimana letak ranjang Aldi dan posisi tidur Aldi. Ia berjalan mendekasi tempat Aldi berbaring. Ia memegang pisau dengan kedua tangannya. Airmatanya berderai, membasahi cadarnya. Aldi sedang tidur lelap. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline