Sejak tahun 2020 sejak pemerintahan menerapkan lock down di beberapa daerah dan memberlakukan WFH dan pembelajaran secara daring untuk para pelajar dan mahasiswa sejak itu pula kebutuhan akan hiburan masyarakat Indonesia meningkat terutama tonton dari media elektronik.
Sayangnya siaran TV nasional kekurangan stock karena sebagian karyawan harus WFH dan tidak dibolehkan untuk syuting karena mengundang kerumunan, mau tak mau pihak stasiun televisi pun terpaksa memutar ulang siaran lama dan menayangkan drama-drama dari luar negeri seperti membeli hak tayang drama Korea terbaru...
Selain itu juga konten-konten video di YouTube pun tak luput dari "serbuan" netizen
Dan saya salah satu dari sekian netizen yang "membutuhkan" tontonan itu, meskipun begitu saya masih selektif dalam mencari tonton agar kuota internet saya tidak sia-sia. Jiwa missquen saya meronta-ronta karena dari tahun 2020 sampai awal tahun 2021 ini pengeluaran untuk membeli paket data ternyata membengkak 100% padahal nama saya tidak termasuk dalam program bantuan pak Presiden (saya sudah mencoba mendaftar tetapi selalu gagal) saya juga bukan pelajar maupun mahasiswa atau juga pendidik/ guru dan dosen (saya memang lulusan sekolah guru dan saya memang seorang guru tapi itu dulu sebelum saya resign 3 tahun yang lalu) sehingga bisa mendapatkan kuota internet gratis
Lah kok jadinya curhat sih?
Oke balik ke topik
TV Lokal
Di salah satu stasiun tv lokal di kota saya, yaitu PAL TV setelah sekian lama mengudara, di bulan Januari ini akhirnya menayangkan drama keluarga (mungkin bisa disebut sinetron) yang jalan ceritanya sangat dekat dengan kehidupan masyarakat setempat.
Akting Pemainnya Patut Diancungi Jempol
Meski bukan aktor dan aktris papan atas yang sudah memiliki "jam terbang" yang tinggi, Maasya Allah saya terkagum-kagum dengan kemampuan akting mereka yang tidak kaku dan luwes serta terlihat menjiwai (meski memang masih banyak kekurangan tapi ini saja sudah bagus)
Kelebihan dan kekurangan drama lokal adalah di bahasa/dialog yang dipakai karena stasiun tv lokal jadinya memang seharusnya memakai bahasa daerah, digemari warga setempat karena mengangkat kearifan lokal sayangnya penonton dari luar daerah tidak bisa menikmati karena terkendala bahasa.