Jadi ceritanya, bulan Juli hingga Agustus kemarin saya dan anak-anak pulang kampung ke Indonesia, ke kota Bekasi tepatnya. Sudah tujuh tahun saya nggak pulang, pengen pulang tapi terhalang Covid-19 jadi saya tahan dulu hasrat pulkamnya.
Sampai ketika anak-anak libur panjang kenaikan kelas alias liburan musim panas di Prancis akhirnya saya bisa melintasi angkasa untuk berada lagi di bawah kehangatan langit tropis Indonesia, kembali ke rumah, menikmati kota Bekasi yang tak tahunya telah banyak berubah. Sungguh sudah terlalu rindu.
Selama pulkam, memuaskan hasrat mengecap rasa Indonesia melalui makanan favorit pastinya jadi agenda utama, mulai dari kue pancong, bakso, kue cucur, mi ayam legend gerobak biru hingga mencoba lagi Soto Betawi karena dulu nggak doyan. Dulu waktu zaman-zaman kuliah sering diajakin mama yang orang Betawi buat makan soto yang satu ini tapi selalu enggan karena kuahnya yang bersantan.
Saya lebih seneng makan soto yang bening-bening aja. Dan ternyata kemarin pulkam nyoba makan lagi Soto Betawi sekali dua kali malah ketagihan. Lagipula jaman dulu itu saya memang picky eater.
Ke-picky eater-an saya berkurang drastis sejak bekerja sebagai pramugari berkat kerjaannya yang harus berkutat mengenal F&B products maskapai. Cakrawala kuliner saya terbuka lebar-lebar. Saya mulai mau makan ini itu.
Ditambah lagi kalau saya kerja di business class, jadi kenal aneka hidangan yang belum pernah saya tahu. Saya juga merasa beruntung sempat icip-icip karyanya Chef Gordon Ramsay. Waktu saya masih bekerja di SQ, Chef Ramsay yang orang Inggris ini menjadi salah satu chef di International Culinary Panel (ICP)-nya SQ.
Chef lainnya berasal dari Singapura, India, Prancis, Amerika Serikat, China, Australia dan Hong Kong. Kreasi para chef di ICP ini hanya berlaku untuk menu para penumpang first class dan business class ya.
Jadi dari empat main course yang disajikan, biasanya untuk flight yang ada lunch dan dinner-nya, nah ada satu main course yang bikinan salah satu chef ICP tersebut. Tapi nggak melulu tiap flight sih. Biasanya ketika penerbangan jarak jauh.
Balik lagi ke tema tulisan, Soto Betawi inilah yang sekarang bikin saya terngiler-ngiler di tengah gempuran hawa dingin musim gugur di Prancis yang masuk sejak 22 September dan kini sedang merangkak menuju akhir. Suhunya bertambah turun hingga 1 derajat di pagi hari dan naik hingga maksimal 13 derajat di siang hari. Sunrise-nya jam 8 pagi dan sunset jam 5 sore.
Warna langit sudah begitu kelabu meski terkadang sinar matahari suka muncul di sela-selanya. Seketika jadi cerah tapi ya tetep dingin. Semua akan lebih gloomy lagi saat masuk ke the real musim dingin tanggal 21 Desember nanti yang juga adalah winter solstice (siang hari terpendek di sepanjang tahun). Musim gugur juga membawa serta angin kencang dan hujan berhari-hari tak henti-henti.