Lihat ke Halaman Asli

Suara Gelas Pecah

Diperbarui: 22 Oktober 2015   09:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Sudut sang istri

Praaangggg!!!

“Diammmm!!!.” Katanya memerintah dan marah. Gelagar suara gelas pecah, menghantam sisi kanan lemari es. Siapa lagi pelakunya kalau bukan dia. Suamiku. Ketika suara yang memekakan telinga itu sayup-sayup berhenti, ku rasakan keheningan yang mencekam. Bukan suaranya yang kelihatan begitu menakutkan, akan tetapi ada getaran-geraran samar yang mengelayut di hati dan meninggalkan bekas-bekas luka yang menyesakkan. Tanpa ku sadari ke dua tanganku memegang mulut. Dan suami ku pergi. Seolah hilang bersama sepi yang gila itu.

“Pertengkaran…” itulah yang terjadi. Entah sudah berapa perang mulut dan hati yang saling kami benturkan satu sama lain. Tak terhitung. Perubahan yang terjadi tidak bisa ku tangani. Hanya ada memori, memori yang membuat pilu dan jurang yang semakin menganga. Setiap harinya jurang itu bertambah melebar inci per inci.

Aku sangat menyadari yang kami butuhkan adalah “bicara”, tapi harus ku akui ketika kemarahan meraja. Akal sehat menjadi hilang. Dan kami hanya menumpahkan itu sebagai kutukan yang tak berkesudahan. Hubungan kami seperti bunga yang indah dan wangi pada awalnya. Namun waktu membuktikan, bunga itu akan segera layu dan mati.

“…Kamu berubah, yang ku inginkan Papa seperti dulu.” Demikian kilahku ketika, aku tidak tahu harus berkata apalagi dan menunjukan segala kesalahannya.

“Apa yang berubah?, jangan meminta perubahan jika kamu sendiri tidak pula ingin berubah.” Kata-kata itu menyengat di batinku dalam sekejap menguasai dentum-dentum sesak yang tak berperi.

Dan keributan itu berlanjut, semakin keras. Entah apa yang telah ku katakan, apa yang telah dia katakan. Seolah tidak terekam kewarasan. Seperti luka yang di taburi air jeruk nipis. Dan aku tak tahu dari mana kami, terutama aku mendapatkan rasa itu pada awalnya. Semuanya tumpang tindih dalam hatiku. Yang ku ingat adalah saat, ada sesuatu sikap keras kepala darinya yang ingin ku ubah.

Tapi kemudian bergulir, menjadi begitu besar masalah yang tak terselesaikan. Sampai kadang aku tidak tahu apakah pertengkaran-pertengkaran yang lain berhubungan atau tidak. Dan kemudian, pertengkaran kami yang terakhir hanya ada suara gelas pecah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline