Lihat ke Halaman Asli

Memakai Hati

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hati tak melulu emosional tapi juga tak selalu memusuhi logika. Hati bergerak mengatasi keduanya. Ia rajin menyindir kedangkalan emosi, menghujat kekeringan logika. Keliarannya tak mampu dicegat aturan, tak tuntas ditangkap akal. Bahkan Blaise Pascal pun menyerang lebih radikal bahwa hati punya logikanya sendiri, alasan-alasannya tak sanggup dipahami rasionalitas insani. Tak dipahami tak sama artinya dengan irasional. Ini perkara keterbatasan. Rasio juga berbatas dan kebenaran jauh lebih luas darinya.

Memakai hati tak hanya membuat anda berbeda, tapi bahkan gila. Kegilaan yang hampir tak punya tempat dalam ruang birokrasi. Gila karena anda berdagang kejujuran saat dunia ngidam manipulasi, karena menanam pengorbanan saat penguasa mengintimi egoisme, karena menyatakan cinta saat publik memuja kenikmatan. Semakin gila karena saat orang-orang berteriak: cukup! anda memilih bergerak ke ‘lebih’, saat risiko disetubuhi sementara keuntungan dikebiri. Tak perlu heran karena ketidakpopulerannya, hati lebih sering sendirian.

Ketika anda berdamai dengan hati, kesendirian jadi rumah yang jarang dikunjungi banyak orang.

Sejarah keadaban manusia adalah sejarah hati. Kepala bukan segala-galanya. Segala hal mengenai hati selalu berupa kebaikan yang anti-pamrih. Perjalanan hidup orang-orang seperti Ibu Teresa dari Calcutta atau Priskilla Smith Jully, tuna netra dari Semarang dan yang lainnya tak lain mengatakan tentang satu hal ini: Dengarkan dan Ikuti Suluh Hatimu!! Serupa awan yang berserah gerak ke mana angin ‘kan meniup. Tak perlu kuatir karena tujuan hati tak pernah lain selain kebaikan.

Dan sepertinya para pemimpin yang tak memakai hati di Negeri ini hanya kuatir kalau mereka disebut orang gila. Mereka barangkali jadi korban-korban pandangan bahwa kelaziman sama saja dengan kebenaran.

Lalu kita? sebaiknya disebut gila saja daripada menunda-nunda belas kasih !!!

(Mrk. 6:34)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline