Lihat ke Halaman Asli

Trauma

Diperbarui: 19 November 2024   08:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ketika langit senja menciptakan suasana yang tenang bagi siapapun kecuali Radja. Radja duduk diteras depan kelas melihat anak-anak bermain dan tertawa, tetapi Radja tidak bergabung dengan mereka. Kepalanya penuh dengan suara-suara keras yang tak pernah Radja inginkan untuk didengar.

"Kenapa harus mengingat itu" gumannya pelan, mencoba melawan ingatan itu
pagi tadi, seperti hari-hari sebelumnya, rumah menjadi panggung pertengkaran bagi kedua orangtuanya. Ayahnya berteriak, ibunya menangis. Piring-piring pecah tersebar dilantai. Kedua orangtuanya tidak menyadari keberadaan Radja yang menyaksikan semuanya dari balik pintu kamar.

"Radja" kata Bu Ayala, guru bimbingan konseling yang selalu peduli kepada Radja "Radja kenapa kamu sendirian disini? bukannya bergabung bermain bersama teman-temanmu?"

Radja hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia lelah untuk menjelaskan. Bagaimana cara menjelaskan kalau rumah bukan lagi tempat yang nyaman?.

Bu Ayala pun mendekat. "Radja, menyimpan semuanya sendiri itu berat. kalau Radja mau, Ibu selalu ada untuk mendengarkan."

Radja menggigit bibirnya mencoba menahan air mata yang sudah mau keluar. Perlahan, ia membuka mulutnya. "Bu, apa orang tua selalu bertengkar?"

Pertanyaan itu membuat Bu Ayala kaget. Ia menghela napas pelan, Bu Ayana menatap Radja dengan penuh empati. "Tidak, Radja. Kadang orang tua lupa bahwa kata-kata dan tindakan mereka bisa melukai orang-orang yang mereka sayangi, termasuk anak-anaknya. Tapi apa yang mereka lakukan bukan salah Radja."

Air mata Radja mengalir. "Aku takut mereka pisah, Bu. Aku takut kalau semuanya tidak akan pernah sama lagi."
Bu Ayala memegang punggung Radja dengan lembut. "Perasaanmu itu wajar Radja. Tapi ingat, kamu tidak sendirian. Kamu bisa cerita kapan saja. Dan jika orang tuamu ingin berubah, itu juga butuh waktu."
Langit perlahan gelap, meski masih membawa rasa takut, ada sedikit rasa lega di hati Radja. Kata-kata Bu Ayala memberi Radja harapan kecil, bahwa ada seseorang yang peduli padanya, meskipun dunia di sekitarnya terasa kacau.
Lalu Radja berdiri dari tempat duduknya, menghapus air matanya. Langkahnya lebih ringan saat Radja memutuskan untuk pulang kerumah, membawa harapan kecil bahwa mungkin, hanya mungkin, besok bisa lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline