Lihat ke Halaman Asli

DEO GRATIA P

Pelajar SMA

Kebersamaan di SMA Bhineka Tunggal Ika

Diperbarui: 1 Februari 2024   07:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

   Cuaca yang datang cerah dan pulang mendung membawa cerita. Lika - liku perjalanan kami untuk dapat menampilkan sebuah gelar karya yang bisa dibilang keren tidak luput dari konflik antarpertemanan ini.
   Kami dikumpulkan oleh para guru di suatu ruang yang cukup untuk menampung sebanyak lima kelas seangkatan kami ini. Suatu hal yang menarik perhatian kami, ketika guru mulai mengacak lima pulau di Indonesia.
   "Ah! ga hoki kelas gue dapet Sulawesi, mending Jawa lah," kata Tita sambil cemberut. "Heh kita gaboleh egois Tita! Pulau Sulawesi juga salah satu ke istimewaan Indonesia," jawab Hugo.
   Sampai disitu kami mulai berpikir akan menampilkan apa di acara Gelar Karya mendatang. Satu persatu rencana kami pikirkan mana yang paling baik.
   "Guys, kita jadinya nampilin lagu si Patokaan ya!" kata Aya. "Ah males. Ngapain juga nampilin kayak gituan," saut Jojo.
   Suasana kelas kami pun seketika berubah. Yang awalnya serius pun menjadi hening se hening - heningnya.
   Perihal latihan menyanyi saja sulit, apalagi mau ditampilin dihadapan semua orang. "Jalanin aja dulu, pasti bisa," ya begitulah kata seorang remaja yang masih kelas satu.
   Latihan-latihan kami jalani seminggu dua kali. Kadang latihan itu melelahkan, kadang juga menyenangkan.
    Masalah latihan belum selesai, eh muncul lagi satu masalah baru. Ada yang melupakan sesuatu ? Ya kostum. Kami berusaha mencari kostum adat Sulawesi dari ujung ke ujung kota Yogyakarta ini.
   "Aya! ayo kita nyari penyewaan baju Sulawesi, katanya mahasiswa luar daerah yang merantau ke Jogja pada punya bajunya, Ya!" kata ku bersemangat. "Eh boleh tuh, yok kita kontak mereka!" saut Aya.
   Setelah kami mengkontak mahasiswa luar daerah yang merantau ke Jogja, ternyata harga sewa kostum itu sangat tinggi dan melebihi modal dari sekolah. Kami mencari tempat penyewaan baju yang lain.
   Hari silih berganti. Aku, Aya, dan Lani yang mempunyai tanggung jawab mengurus gelar karya di kelas kami pun kewalahan menetralisir suasana kelas yang ricuh pada saat akan latihan.
   "Aduuuhh malah pada kabur ini gimana sih! niat latihan ngga ?" tegas Lani. Memang benar disitu hanya ada sepuluh orang yang masih niat untuk latihan dari tiga puluh orang total sekelas.
   Aku dan sembilan orang temanku menelepon dan mencari dimana keberadaan mereka yang bolos latihan. Duar! mereka ternyata nongkrong di warung dekat sekolah.
   Emosi Lani pun pecah disana. Lani memarahi semua teman-temanku yang bolos latihan dengan nada keras dan muka merah.
   "Gue paling benci kalo penampilan kelas kita tuh malu-maluin dihadapan bapak ibu guru, kakak kelas, dan seluruh tamu yang diundang! ini demi nama baik kelas kita gais. Please aku mohon kalian ikut latihan hari ini!" kata - kata yang diucapkan Lani pada saat itu.
   Hari itu menjadi hari yang serius, tak ada satupun yang mengelak jika disuruh Lani. Ya, teman - teman takut Lani marah lagi hahahaaa.
   Para pemusik menyiapkan alat musik kolintang, gitar, bass, cajon, dan biola disamping panggung. Para penyanyi menyiapkan beberapa mic di hadapan mereka.
   Latihan dihari itu pun berjalan lancar. Semua anggota ikut terlibat disana.
   Gladi bersih penampilan lima pulau oleh seluruh kelas sepuluh pun tiba. Kami diminta untuk menampilkan hasil latihan kami selama ini dihadapan seangkatan.
   "Ih jadi ngga surprise dong karya kita udah ke spill duluan sama kelas - kelas sebelah," kata Jojo. "Ya mau gimana lagi orang udah ketentuan guru disini, Jo," jawab Aya.
   Teman - teman cukup kurang setuju untuk ditampilkan duluan, karena menurut mereka hasil jerih payah selama ini sudah tidak mengejutkan lagi saat tampil. Tapi ibu guru mengatakan, bahwa tanpa adanya gladi bersih seluruh kelas, kita tidak bisa melihat dimana kesalahan yang patut diperbaiki sebelum pentas mendatang.
   Dimulai dari kelas yang mendapatkan pulau Kalimantan. Diteruskan ke kelas yang mendapatkan pulau Papua, lalu pulau Jawa, selanjutnya pulau Sulawesi, dan yang terakhir adalah pulau Sumatera.
   Disitu kami mulai berpikir, ternyata benar kata ibu guru. Bahwa tanpa adanya gladi bersih ini kami tidak tahu letak yang harus di perbaiki disebelah mana.
   Hari pentas gelar karya kami pun tiba. Kami datang ke sekolah satu jam sebelum acara dimulai.
   Sebagian murid perempuan saling mendandani temannya untuk mendapatkan finish look yang berkesan 'Sulawesi banget'. Disisi lain, murid laki - laki mulai memakai baju adat sesuai kesepakatan yang sudah di tetapkan.
   Kami semua pun siap dan menuju ke arah panggung untuk pentas. Kelas kami dipanggil oleh mc untuk mulai bersiap - siap dipanggung.
   Mulai dari pemusik, penari, dan penyanyi siap di atas panggung. Kameramen pun mulai menyorot muka tegang kami diatas panggung.
   "Aduh deman panggung nih gue," kataku kepada Aya. "Alah santai aja, nanti selesai juga plong hati kita," jawabnya menenangkan aku.
   Pentas gelar karya kami pun berjalan dengan lancar dan mendapat tepuk tangan yang meriah dari seluruh tamu undangan disini. "Wah, ga nyangka banget bisa bikin tamu - tamu senyum sumringah setelah lihat penampilan kita guys!" kesan Tita yang kagum akan penampilan kelasnya sendiri.
   Hore! lika - liku gelar karya SMA Bhineka Tunggal Ika pun terbayar dengan penampilan lima kelas yang memuat lima pulau beragam di Indonesia. Senang sekali bisa menampilkan karya ini dan mempunyai berbagai macam teman sekaligus berbagai macam sifatnya, hahaha.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline