Penyakit degeneratif merupakan sebuah jenis penyakit yang menurunkan fungsi sistem tubuh manusia melalui kerusakan pada jaringan di dalam tubuh manusia. Penyakit ini tidak disebabkan oleh bakteri atau virus, sehingga penyakit ini tergolong non-communicable disease dan tidak tersebar secara menular. Kerusakan yang dihasilkan oleh penyakit degeneratif terhadap tubuh manusia tidak dapat dipulihkan, sehingga penderita penyakit degeneratif bisa berakhir cacat. Contoh dari penyakit degeneratif yang cukup memakan banyak korban adalah penyakit alzheimer. Penyakit ini menyerang sistem saraf dan mengakibatkan kelumpuhan pada sistem motorik penderita. Hal ini dapat membuat penderita cacat dan tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-hari secara normal. Berdasarkan data yang didapat dari kemenkes, prevalensi penyakit alzheimer di Indonesia mencapai 27.9%, angka ini sama dengan 4,2 juta lebih penduduk Indonesia (Bestari, 2023). Sedangkan kematian akibat alzheimer di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 27.054 penduduk (Alzheimer/Demensia Di Indonesia, n.d.).
Alzheimer di sudut pandang masyarakat merupakan penyakit yang mematikan dan tidak dapat dipulihkan. Bagaimana tidak? Seseorang yang menderita alzheimer sudah seperti orang yang kehilangan kehidupannya. Namun, stigma ini dapat dipatahkan dengan hadirnya obat berbasis stem cell. Obat ini memanfaatkan stem cell, jenis sel yang memiliki daya regeneratif tinggi untuk memulihkan segala jaringan yang rusak. Saat ini, sedang dikembangkan obat berbasis stem cell, bernama induced pluripotent stem cells (iPSCs). Jika dibandingkan dengan beberapa obat konvensional, iPSCs memiliki potensi lebih tinggi untuk menyembuhkan Alzheimer. Hal ini dikarenakan penyakit degeneratif disebabkan oleh kerusakan sel-sel dalam tubuh dan tidak dapat meregenerasi kembali ke bentuk semula. Sedangkan, stem cell dapat mengganti posisi sel yang rusak tersebut dan menggantinya menjadi sel yang normal. Kemampuan spesial stem cell inilah yang membuat iPSCs sebagai obat untuk masa depan. Bayangkan saja, sekarang stem cell dapat memperbaiki tubuh di tingkat sel dan jaringan, beberapa puluh tahun ke depan mungkin stem cell sudah mampu menggantikan organ tubuh manusia yang rusak.
Fungsi iPSCs berguna untuk menyembuhkan penderita penyakit degeneratif, meskipun begitu masih banyak kontroversi yang tertuai dalam proses mengekstraksi stem cell. Salah satu cara untuk mendapatkan stem cell adalah menyimpan darah dari plasenta. Alasan dari hal ini adalah tidak semua sel di tubuh merupakan stem cell, sehingga mengharuskan ekstraksi darah plasenta dari bayi yang baru lahir. Selain itu, stem cell juga bisa didapatkan dari embrio yang berusia 4-5 hari (Transplantasi Sel Punca, Metode Pengobatan Untuk Mengganti Sel Yang Rusak, 2024). Namun metode ini menuai kontroversi di dunia kesehatan karena dapat membahayakan nyawa dari embrio itu sendiri ketika melakukan ekstraksi stem cell. Pihak pro terhadap pemanfaatan stem cell menyatakan bahwa embrio belum memiliki kesadaran, sehingga kematian sebuah embrio bukanlah hal yang ilegal. Di sisi lain pihak kontra menyatakan, bahwa memperbaiki seseorang tidak sebanding dengan calon nyawa dari sang embrio yang akan hilang.
Kesimpulan yang bisa saya dapatkan adalah penyakit degeneratif merupakan penyakit yang tidak dapat dipulihkan dan dapat mengakibatkan cacat motorik secara permanen. Oleh karena itu, pemanfaatan stem cell dengan daya regenerasi yang tinggi perlu diaplikasikan dalam terapi alzheimer. Stem cell mampu untuk mengganti sel atau jaringan yang rusak kembali menjadi normal. Namun, kode etik terhadap pemanfaatan teknologi iPSCs perlu dievaluasi ulang karena dapat kesalahan dalam proses ekstraksi stem cell dapat menyangkut nyawa. Oleh karena itu, penggunaan iPSCs perlu dikaji ulang dalam permasalahan etiknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H