Cincin Pernikahan
Oleh : Deni HZR
Srok srok srok. Demikian suara pakaian yang sedang dicuci. Pagi ini Marnih tampak bersemangat mencuci pakaian miliknya dan suaminya yang sudah dua hari menumpuk di ember besar. Meskipun harus berjibaku dengan bertumpuk-tumpuk cucian, wajahnya tampak sumringah, senyumnya mengembang disertai dengan gerak bibirnya yang sedang menyanyikan lagu dangdut kesukaannya.
"Cuma kamu sayangku di dunia ini. Cuma kamu cintaku di dunia ini. Tanpa kamu hampa terasa hatiku."
Lagu milik bang haji Rhoma itu sering ia dendangkan tatkala hatinya dilanda rasa bahagia. Apalagi lagu tersebut merupakan lagu kesukaan suaminya, Marjan. Bisa dibilang lagu tersebut adalah tanda cinta mereka berdua.
Namun, pagi ini terasa ada yang berbeda bagi dirinya. Rasa-rasanya segala kesulitan yang menghimpit dirinya tak lagi ia rasakan. Cuaca panas yang menyeka rumahnya serasa sejuk, kepengapan ruang rumahnya serasa lapang dan lega.
Hari ini adalah hari minggu. Bertepatan dengan hari jadi pernikahan dengan suaminya. Tepat hari ini sudah setahun Marnih dan Marjan hidup sebagai suami isteri. Untuk merayakan hari jadi pernikahannya itu, Marnih sudah menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan sejak minggu kemarin tanpa diketahui Marjan. Ia sudah membayangkan bagaimana suaminya akan merasa mandapat kejutan yang tak pernah ia dapatkan sebelumnya. Rencananya ia akan memberi kejutan spesial itu pada malam hari ketika Marjan sudah pulang ke rumah.
"Setelah lelah pergi ke luar kota bersama temannya, suamiku akan beristirahat. Lalu aku akan memberikan kejutan ini dan tentu ia akan merasa bahagia." pikirnya dengan senyum yang mengembang.
Namun, Marnih mendadak gelisah. Keringat demi keringat mengucur dari keningnya, pelan-pelan alisnya yang tadi mengembang menjadi mengkerut, lagu dangdut yang didendangkan segera ia hentikan. Cincin. Cincin pernikahan yang menyemat di jarinya tiba-tiba hilang.
Segera ia tingalkan cucian yang belum ia kerjakan semuanya. Dicarinya cincin itu di sekitar tempat mencuci, kamar mandi, dapur, tapi tak ada.
Perasaan bahagia yang beberapa menit lalu menyelimuti dirinya mendadak kabur. Ia tak dapat membayangkan bagaimana jadinya seandainya suaminya tahu apa yang menimpa dirinya. Marah?, suaminya tak akan marah tersebab cincin pernikahan itu. Apalagi kesal. Suaminya jauh dari kesan sifat itu. Tapi..ah sudahlah aku tak usah memikrkan itu yang penting sekarang aku harus mencari cincin itu. Gumam marnih dalam hati