Lihat ke Halaman Asli

Bunuh Diri, Dampak dari Depresi yang Mendalam

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mari kita berdialog dengan kasus yang terjadi diantara remaja atau siswa yang sedang tertekan dan depresi.

Masalah yang diangkat: remaja/siswa yang mempunyai keinginan untuk bunuh diri.

Metode yang dipakai adalah Rational emotif therapy.

Ungkapan yang dinyatakan terhadap kecenderungan ingin bunuh diri:

“Aku tidak lagi akan menjadi beban”

“Tidak ada yang berarti lagi dalam hidupku”

“Sepertinya aku nggak akan bertemu lagi denganmu”

“Aku sudah tidak sanggup lagi, lebih baik kuakhiri saja”

Bunuh diri atau mengambil nyawa diri sendiri oleh sebagian orang seringkali dianggap sebagai suatu solusi jitu atas suatu dilema yang sedang dihadapi, baik itu dilema fisik maupun psikologis. Secara ilmu psikologis, bunuh diri berakar dari DEPRESI. Depresi itu sendiri tidak memilih usia, ia bisa menyerang tua dan muda, laki-laki dan wanita.

Depresi adalah sebuah gangguan mood yang ditandai oleh perasaan sedih yang berlebihan dan keputusasaan yang biasanya disebabkan oleh tragedi pribadi baik itu kerugian material (bangkrut, kehilangan harta karena kebakaran, kecelakaan dan sebagainya) atau immaterial (kematian anggota keluarga, putus cinta dan sebagainya). Depresi bisa menghasilkan sebuah keadaan emosi tidak normal yang kemudian menghasilkan tindakan membesar-besarkan perasaan sedih dan rasa keputusasaan yang  sebenarnya tidak sesuai dengan realitas yang dialami.

Menganalisis beberapa kemungkinan berkaitan dengan ciri depresi antara lain berkaitan dengan:

a.Emosi. Ditandai dengan hilangnya kepuasan dan hilangnya minat.

b.Kognitif. percaya bahwa mereka lebih rendah, tidak memadai dan tidak kompeten. Kemudian menabur benih bagi keputusasaan dan pesimisme. Individu tersebut yang mengalami depresi benar-benar percaya bahwa ia ditakdirkan gagal dan maka dari itu tidak ada jalan keluar.

c.Motivational. kepasifan atau kurangnya aktivitas. Kepasifan dan kurangnya respon yang normal ini merusak kemampuan individu untuk terlibat dalam kehidupan dan bersosialisasi.

d.Somatic. kegembiraan biologis dan psikologis yang (semestinya) membuat hidup layak dijalani menjadi terkikis. Hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan secara drastis, dan gangguan tidur menyebabkan kelemahan dan kelelahan.

Depresi yang telah berangsur-angsur lama akan membuat orang tersebut memiliki keyakinan yang keliru mengenai dirinya. Dan kita sebagai konselor bisa menanyakan kepada siswa yang kita dampingi demikian: bunuh diri apakah dapat dikatakan selesai?

Jadi jika kamu merasa memenuhi keempat ciri diatas maka kamu akan merasa syah untuk mengakhiri hidup kamu sendiri? Begitukah? kamu menganggap, masalah adalah kamu dan kamu adalah masalah jadi untuk mengakhiri masalah, kamu berfikir bahwa kamulah yang mesti di matikan? Yakin? kamu berfikir bahwa jalan satu-satunya untuk menyelesaikan masalah adalah menyelesaikan dirimu sendiri? kamu “selesai” sama dengan masalah selesai? Kamu yakin dengan konsep itu?

Dalam hal ini kita harus lebih directive atau aktif bertanya untuk berusaha merubuhkan pola keyakinan yang keliru dari siswa tersebut. Dan mengarahkan pada pola keyakinan yang rasional dengan pertanyaan: Bukankah jauh lebih baik, masalahnya yang dihentikan? Siapa yang bisa melakukannya? kamu! Apakah mungkin? Bagaimana caranya?

Kamu mungkin sudah merasa melakukan segenap usaha keras untuk mencari solusi atas problematika yang kamu alami namun tetap saja bertemu jalan buntu. Semua sudah terlambat dan hidup kamu hancur. Begitu yang kamu fikirkan. Dunia diluar dirimu terasa runtuh dan kamu tidak menemukan alasan lagi untuk menjalani hidup. (Maaf) bisa dikatakan mengecewakan, tetapi semua yang kamu cemaskan itu sebenarnya hanya ada dalam pikiran kamu saja. Pikiran. Iya, kamu memang merasa sangat yakin dengan kondisi negatif itu. Tapi karena kamu sendirilah yang mengulangnya terus menerus dalam kepala sehingga secara tidak sadar kamu menganggap bahwa semua ‘sepertinya’ ‘kayaknya’ ‘mungkin’ itu menjadi sebuah fakta. Fakta yang cukup untuk mengakhiri hidupmu. Padahal itu hanya ada dikepala dan bukan merupakan kenyataan. Jadi, apa yang kamu cemaskan? It’s not real (tidak nyata). Seperti ketika kamu mimpi buruk, apakah esok hari kamu tidak keluar dari rumah karena ketakutan? Sayang sekali hidup kamu yang luar biasa itu harus kamu berhentikan sebelum waktunya dengan bunuh diri. Tidakkah kamu akan berpikir bahwa kehadiran tiap orang dibumi memiliki makna yang sangat berarti bagi masyarakat. kamu harus memiliki kesadaran awal bahwa hidup kamu sebenarnya berarti hanya kamu belum tahu bagaimana mengatasi rintangannya. Dengan niat untuk berubah menjadi lebih baik dan melakukan tindakan, maka itu adalah langkah besar untuk melanjutkan kehidupan. Dan hargailah kehidupan yang telah diberikan oleh sang penciptamu.

Dari beberapa hal yang kita arahkan terhadap siswa yang kita dampingi maka diharapkan mereka mengurungkan niatnya untuk bunuh diri dan menjalani kehidupan dengan sikap mental yang sehat dan rasional dalam memahami persoalannya dan kita mendampinginya sampai tuntas.

Disadur dan disesuaikan dari sumberhttp://www.e-psikologi.com/epsi/artikel_detail.asp?id=617

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline