Maka bersabarlah kamu (wahai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti 'shahibil huut' (orang yang berada di perut ikan) ketika ia berdoa, sedang ia dalam keadaan marah. Andai sekiranya ia tidak segera mendapat nikmat dari Tuhannya, benar-benar ia dicampakkan ke tanah tandus dalam keadaan tercela." (QS. Nun: 48-49)
Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta'ala menyebut Nabi-Nya Yunus alaihissalam dengan panggilan yang menyuratkan kedekatan. Shahibil hut --orang yang berada di perut ikan, yakni ikan paus. Wahai Muhammad, janganlah kamu bertindak seperti dia!
Sama halnya jika kita memanggil orang dengan laqab-nya --untuk menunjukkan kedekatan, keakraban dan kasih sayang. Rasul kita memanggil sahabat Abdurrahman bin Shakhr dengan Aba Hirr (bapaknya kucing), memanggil Ali bin Abi Thalib dengan Abu Turab (orang yang berlumur tanah), dan memanggil Aisyah dengan Humaira' (yang pipinya kemerah-merahan).
Jangan kamu seperti 'shahibil hut' artinya kata Syaikh Sa'dy -jangan tiru dia dalam perkara yang menyebabkannya ditelan ikan paus -yakni tiadanya kesabaran menghadapi kaumnya, padahal kesabaran itu wajib. Ia pergi meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah, kemudian naik kapal. Kemudian kapal itu terlampau berat hingga penumpangnya harus mengundi siapa di antara mereka yang harus dibuang ke laut guna mengurangi beban. Lantas undian itu mengenai dirinya. Maka, ia pun ditelan paus itu dalam keadaan tercela.
Adapun Nabi kita shallallahu alaihi wasallam melaksanakan perintah Allah itu. Beliau memang tidak seperti shahibil hut. Beliau bersabar atas ketentuan Allah dengan kesabaran yang tiada bandingnya di dunia ini.
Yunus alaihissalam dikisahkan berdakwah kepada kaumnya di suatu negeri yang bernama Ninawa. Penduduk negeri itu enggan beriman kepada Yunus meski Yunus mengabarkan adanya ancaman Allah berupa turunnya azab. Lantaran dakwahnya tidak diterima, Yunus menjadi marah dan meninggalkan kaumnya.
Dalam ayat, kondisi marah Yunus itu dinyatakan dalam wazan maf'ul (makzhum). Seakan-akan Yunus merupakan objek: sesuatu yang ditelan sifat marah hingga marah itu mendominasinya. Masih dalam ayat dinyatakan: andai saja Yunus tidak 'dikejar' nikmat Allah, niscaya dia dicampakkan ke padang tandus dalam kondisi tercela.