"Dan mereka datang membawa gamisnya (Yusuf) yang berlumur darah palsu." (QS. Yusuf: 18)
"Jika baju gamisnya koyak di bagian depan, maka perempuan itu yang benar dan dia (Yusuf) termasuk orang yang dusta. Dan jika baju gamisnya koyak di belakang, maka perempuan itulah yang dusta dan dia (Yusuf) termasuk orang yang benar." (QS. Yusuf: 26-27)
"Maka ketika telah disiapkan bahan makanan untuk mereka, dia (Yusuf) memasukkan piala ke dalam karung saudaranya. Kemudian berteriaklah seorang yang berseru, 'Wahai kafilah! Sungguh kalian ini adalah para pencuri!" (QS. Yusuf: 70)
Ketiga ayat dalam Surat Yusuf di atas mewakili masing-masing potongan kejadian dalam biografi Nabi Yusuf alaihissalam. Ketiga fragmen terjadi dalam momen yang terpisah. Namun ada kesamaan dalam ketiga kasus tersebut: pelibatan barang bukti, saksi, dan narasi yang diajukan ke hadapan hakim selaku penentu keputusan.
Pada kasus yang pertama, sepuluh orang kakak lelaki Yusuf menjalankan makar dengan membuang Yusuf ke dalam sumur agar dipungut kafilah yang melintasi gurun pasir. Lantas mereka merekayasa barang bukti dengan menghadirkan gamis Yusuf yang koyak dan dilumuri darah palsu.
Narasi yang mereka buat dalam skenario penghilangan Yusuf itu mereka jalankan nyaris sempurna. Mereka pulang di waktu isya, waktu yang sangat gelap sehingga Ya'qub, ayah mereka, bisa saja tidak terlampau teliti memeriksa barang bukti yang mereka bawa.
Kelambatan kepulangan mereka juga memperkuat indikasi bahwa 'memang telah terjadi sesuatu' hingga mereka pulang larut malam.
Tidak hanya itu, mereka memperkuat narasi dengan aksi drama 'menangis'. Mereka gunakan kekuatiran awal ayah mereka (Ya'qub kuatir Yusuf dimakan srigala) sebagai alibi yang menguatkan narasi yang mereka buat. Yusuf dilarikan srigala saat mereka asyik bermain dan berlomba.
"Dan engkau tentu tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami berkata benar." (QS. Yusuf: 17)
Ya'qub menjawab: "Sebenarnya hanya diri kalian sendiri yang memandang baik urusan yang buruk itu." (QS. Yusuf: 18)