Lihat ke Halaman Asli

Pendidikan Esensial

Diperbarui: 1 April 2024   10:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: unsplash.com


Yang dimaksud dengan pendidikan esensial kira-kira berarti: “menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran yang hanya berfokus pada kompetensi terpenting yang semestinya dimiliki peserta didik.”

Pemilahan kompetensi itu berarti pula menyampingkan dan bahkan meniadakan kompetensi-kompetensi lain yang kurang atau tidak penting sebagaimana tercermin dalam materi dan proses pembelajaran. Artinya, pendidikan esensial hanya mengusung materi esensial dan fokus pada peningkatan kualitas kompetensi lulusannya.

Sekitar tahun 2020, Menteri Pendidikan Nadiem Makarim mempopulerkan istilah ‘materi esensial’. Pembatasan fisik akibat pandemi membuat kegiatan operasional pendidikan terhambat dan mesti dibuat seringkas dan seefektif mungkin. Pembelajaran jarak jauh secara daring menuntut para pendidik untuk menyajikan materi-materi pembelajaran esensial yang sifatnya urgen, kontinu, relevan, dan terpakai.

Apakah hal itu berarti bahwa selama ini pendidikan kita banyak berisikan muatan yang tidak esensial? Ialah konten-konten mubazir yang tidak benar-benar dibutuhkan oleh peserta didik. Sebetulnya profil lulusan macam apa yang hendak dihasilkan?

Greg McKeown dalam bukunya 'Essentialism: The Disciplined Pursuit of Less' (2014) menulis bahwa esensialis melihat hampir segala hal tidak penting dan hanya menatap beberapa hal yang benar-benar vital. Kebalikannya, non-esensialis memandang segalanya penting, mereka mengerjakan segalanya namun tidak mencapai hasil pada batas maksimal sebagaimana yang diinginkan. Esensialis berkeyakinan bahwa dengan memperbaiki beberapa hal yang kecil namun vital akan berdampak besar terhadap hasil yang diinginkan. The vital few ini justru lebih dipentingkan dibanding the trivial many. Untuk itu proses berpikir dan berkontemplasi menjadi bagian terpenting dalam memilah, mengeliminasi dan mencermati sedalam-dalamnya tujuan-tujuan pendidikan, antara yang esensial dan yang tidak. Mengevaluasi kembali proses-proses yang telah dijalani dan menyusun ulang kompetensi paling esensial yang dibutuhkan peserta didik menjadi krusial adanya.

Meski pikiran McKeown banyak dipengaruhi paham minimalisme – yang mengambil sumbernya dari agama Zen dan filsafat Stoik – orang Islam lebih berhak atas pemikiran itu.

Pendidikan tauhid jelas merupakan yang terpenting. Kemudian mencintai dan menaati Rasul. Kemudian adab dan akhlak bersama dengan praktik ibadah. Identitas yang berisikan nilai-nilai, keyakinan dan kebiasaan Islami merupakan kompetensi inti. Setelah itu kapasitas belajar, kompetensi-kompetensi yang membuat seorang peserta didik menjadi pembelajar sepanjang hayat. Baru kemudian, bekal keterampilan-keterampilan lain yang diperlukan sesuai tuntutan konteks tempat dan zaman.

Ada dua paradigma pendidikan Islam yang mencerminkan konsep pendidikan esensial: pendidikan berbasis fitrah dan pendidikan berbasis mulazamah.

Paradigma pendidikan berbasis fitrah meyakini pendidikan sebagai sesuatu yang simpel: pendidik hanya memelihara fitrah peserta didik yang sudah ada dari sananya (innate), menumbuhkannya dan atau memulihkannya manakala fitrah itu rusak atau terganggu. Materi esensial dalam paradigma pendidikan berbasis fitrah berarti menumbuhkan karakter iman dan menunjang karakter bakat yang beragam pada diri masing-masing individu peserta didik.

Meski pendidikan fitrah itu berbasis di rumah (home education) penerapannya di dunia persekolahan bukannya tidak mungkin. Perspektif-perspektif yang diajukan pendidikan berbasis fitrah telah memperkaya para pendidik di sekolah-sekolah konvensional dengan cara pandang dan teknik-teknik mendidik yang baru.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline