Lihat ke Halaman Asli

Cerpen: Strobilus

Diperbarui: 6 September 2022   13:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi Strobilus. (sumber: pixabay.com/hans)

Ia tidak tahu mengapa terdampar di dahan ini. Bahwa ia jantan dan harus mendengar cericit burung kecil itu. Dan terayun, dan berada di instalasi daun-daun. Yang mirip kawat berduri, serupa penjara yang membuatnya selalu tercenung dan berpikir-pikir. 

Induknya adalah cemara sejak dua puluh tahun yang lalu -- sebagaimana yang ia dengar. Bahwa ia berada di atas semak belukar, di seberang arena judi pemancingan yang lebih sering memberinya sepi ketimbang gelepar ikan-ikan gempal yang bibirnya luka akibat mata kail.

Dan ia akan kembali menggayut dan mengukur usianya, dan nasibnya, dan menampak hewan-hewan yang lewat. Sudah itu ia akan ditiup-tiup angin lagi dan dibasahi hujan.

Lagi ia bukan buah atau biji atau bunga. Ia harus dikawinkan angin atau serangga bila hendak meneruskan hidup induk cemara. Tetapi selaku jantan nasibnya akan ditentukan tidak lama lagi.

Mereka akan membuang ikan-ikan itu kembali. Ikan-ikan itu akan muncul sebentar, ditimbang, kemudian dilepas dan menghilang di bawah air.

Sebenarnya ia ingin bertanya: bagaimana kehidupan di dalam empang? Bagaimana rasanya hidup di kolong air? Dengan bibir luka, di atas dan di bawah.

Cemara bukan sembarang pohon di kawasan ini. Begitu pula ia. Sungguh ketika mendengar namanya disebut ia segera tahu bahwa bunyinya yang gagah itu selaras belaka dengan kedudukannya sebagai jantan. Strobilus, bukan main.

Di seberangnya adalah strobilus pula, yang lebih montok dan aduhai. Yang hanya bisa ditatap dan bila beruntung ditatap balik pula olehnya. Para penghuni dahan lebih sering menatap daripada bicara.

"Namaku Strobilus dan aku belum punya bahasa untuk meraih engkau. Engkau nampaknya strobilus pula tetapi dari jenis yang tidak sama, hampir sama, menggoda, dan sepertinya sama tak mengenal kata-kata."

Aku hanya Strobilus yang bergumam dan berpikir-pikir karena aku tak punya bibir seperti ikan-ikan di kolam pancing itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline