Lihat ke Halaman Asli

Deny Setiawan

Saya Deny Setiawan, seorang mahasiswa

Peri Kecil yang Merindu Surga

Diperbarui: 10 November 2023   13:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Peri kecil yang merindu surga

Karya : Deny Setiawan

 

Di balik perang antara palestina dan israel ada begitu banyak nyawa yang setiap hari merasakan cemas, takut, dan seakan tiba-tiba menghilang dari tubuh. Inilah kehidupan mencekam di gaza palestina yang sampai detik ini tidak kunjung ada cahaya kedamaian. Namaku aisyah, aku tinggal disini bersama ibuku, kami tinggal di tenda pengungsian, dimana ayahku ? Iya beliau meninggal dunia 2 tahun lalu akibat dari perang yang tiada henti ini, saat itu aku baru berumur 4 tahun, beliau meninggal tertimpa reruntuhan gedung tempatnya bekerja akibat dari bom serangan tentara israel, kenapa aku harus terlahir di neraka kecil ini, aku ingin hidup damai bersama keluarga yang lengkap yang selalu menyayangiku dan memanjakan ku seperti keluarga orang-orang di negara damai.

kami hidup di tengah peperangan yang tiada akhir, keluar rumah adalah hal yang menakutkan bagi kami. Kami tidak bisa bebas bersekolah dan bermain seperti halnya anak-anak lain. Kami harus sangat hati-hati, jangan sampai bom-bom tentara Israel mengenai kami. Kami juga tak bisa tidur dengan tenang akibat suara-suara bom yang selalu mengejutkan kami. Karena sekarang kami tinggal di tenda pengungsian kami mendapat fasilitas untuk belajar dan bermain selayaknya anak-anak di luar sana, berharap agar masa depan kami nanti cemerlang meskipun tidak ada jaminan hidup kami akan bertahan sampai kapan, karena jika tentara-tentara keji itu menyerang maka nyawa kami berada di ujung tanduk.

Suatu hari, aku berangkat ke tenda pengungsian yang di khususkan untuk anak-anak belajar bersama teman dekatku yang bernama fatimah, fatimah masih beruntung karena keluarganya masih lengkap dan selalu ada untuk menjaganya. Pagi itu kami berdua belajar dan bermain bersama anak-anak yang lainnya meskipun ada perasaan takut menghantui kami. Sialnya perasaan takut itu menjadi kenyataan saat terdengar suara bom di utara tempat pengungsian , anak-anak disini panik dan menangis ketakutan, fatimah memelukku erat sambil menangis dan berkata padaku “ jangan tinggalkan aku aisyah aku takut” aku berusaha tenang dan tetap berada di sisi fatimah. Relawan-relawan yang menjadi guru sekaligus orang yang selalu menjaga  kami segera mengarahkan kami ke tenda pengungsian agar kami aman dan bersama keluarga kami. Aku mendengar para tentara palestina berkata jika mereka harus menguatkan penjagaan di daerah pengungsian karena tentara israel semakin dekat dengan area pengungsian.

Malam ini kami yang ada di tenda pengungsian tidak ada yang bisa memejamkan mata karena kami harus selalu waspada jika tentara israel mendekat kami harus bersiap menyelamatkan diri masing-masing. Ibuku memelukku erat dan kurasakan tangan yang gemetar, suara detak jantung yang berdetak kencang hingga air mata yang menetes, sambil memeluknya dalam hati aku hanya bisa berdoa dan memohon kepada tuhan “ ya allah, selamatkan kami, jangan ambil nyawa ibuku karena hanya dia yang aku punya didunia ini, ya allah berilah kami kehidupan yang tentram dan damai untuk kami semua “.  Pagi hari dengan suasana yang masih mencekam kami bersiap untuk berpindah tempat karena di sini sudah tidak aman lagi, aku dan anak-anak membantu membawa barang-barang kami ke mobil truk agar kami bisa segera meninggalkan tempat ini.

Belum juga kami berangkat, tentara israel menyerang dengan menggunakan pesawat tempur dan menghantam gedung didekat pengungsian kami dengan rudal mereka, kami semua panik dan berlarian menuju mobil yang akan membawa kami, aku memandang sekitar mencari ibuku, dia tadi ada di tenda tempat kita tidur tetapi sekarang dia tidak ada, saat pesawat itu menjauh para tentara mendekat kearah gedung dan ternyata di gedung tersebut berisi sembako dan keperluan pengungsi di sini. Perasaanku tidak enak dan aku ikut berlari kesana meskipun di tahan oleh orang-orang aku tetap berlari kesana dengan perasaan tidak karuan dan berharap ibuku tidak di dalam gedung itu. Akan tetapi saat aku di dekat gedung dan di tahan oleh tentara yang ada aku melihat sesosok wanita digendong oleh seorang tentara yang keadaannya sangat parah bersimbah darah tidak sadarkan diri dan ternyata dia adalah ibuku. Aku menangis dan berteriak histeris sambil memeluk tubuh ibu “ ya allah kenapa engkau ambil ibu dariku, dia satu-satunya yang aku punya. Dan ibu kenapa engkau pergi menemui ayah di surga lebih dahulu dan tidak mengajak aku putrimu satu-satunya”. Saat itu tentara israel semakin mendekat dan aku di gendong paksa menuju mobil truk yang akan membawa kami pergi ke tempat yang aman, di mobil aku di peluk erat oleh fatimah dan ayah ibunya, mereka dan pengungsi lain menenangkan aku bahwa aku harus kuat dengan keadaan ini. Setelah beberapa saat kita semua sampai di tempat yang aman.

Di tempat yang baru ini aku berdoa di atas makam ibuku semoga beliau berada di surganya allah bersama ayah dan semoga perang ini cepat berlalu. Disini aku hidup bersama keluarga fatimah mereka menjagaku merawat ku dan mengangkat aku sebagai anak mereka, mereka selalu menguatkan aku dan menenangkan aku agar aku kuat menjalani hidup. Setiap malam setelah berdoa aku hanya bisa memandang bulan dan mencurahkan isi hatiku kepada tuhan “ ya allah aku merindukan ayah dan ibu, apa mereka baik-baik saja di surgamu ya allah ? Apa mereka bahagia berada di surgamu ? Aku sangat rindu kepada mereka, aku ingin segera menemui mereka  dan bahagia bersama mereka di surgamu ya tuhanku “.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline