September Ceria! Itu adalah salah satu tagline paling umum yang sering kita dengar bila memasuki bulan kesembilan dalam kalender masehi. Salah satu keceriaan di tanah air mungkin adalah kita bisa menyaksikan konser salah satu grup band rock ternama. Namun di dunia teknologi, ada lagi keceriaan yang ditunggu-tunggu. Tak lain tak bukan itu adalah kehadiran generasi terbaru iPhone bersama produk terbaru Apple lainnya. Namun yang ingin saya bahas bukanlah iPhone 6S yang peluncurannya malah langsung membuat saham Apple turun. Ada satu hal menarik perihal produk terbarunya, iPad Pro. Bukan karena ukurannya yang jumbo, tapi aksesoris berupa stylus dengan nama "Pencil" yang menyertainya. Sesuatu yang pernah "diharamkan" oleh Steve Jobs.
Masih segar dalam ingatan setahun lalu kala Apple merilis smartphone berukuran besar dengan nama iPhone 6 dan iPhone 6 Plus. Ponsel dengan layar 4.7" dan 5.5" itu langsung mengingatkan para Apple fanboy (dan juga kompetitor) mengenai wasiat Steve Jobs. Pada 2010, Jobs mengatakan bahwa "takkan ada orang yang membeli smartphone berukuran besar." Jobs berpendapat bahwa big phone hanya menyulitkan pengguna karena ukurannya yang membuatnya sulit digenggam atau dimasukkan ke saku. Namun melihat banyaknya pesaing yang membuat smartphone layar lebar dan laris manis di pasaran membuat Apple tidak ingin ketinggalan hingga akhirnya melanggar "wasiat" Jobs. Kali ini, Apple malah kembali mematahkan titah Sang Pencipta ketika merilis stylus bernama Pencil untuk iPad Pro. Meski menggunakan nama lain, namun kita semua tahu bahwa Pencil itu adalah sebuah stylus, aksesoris device untuk gadget layar sentuh seperti tablet dan phablet. Media pun mau tak mau mengubek-ubek berita lama lewat gugel dan juga Youtube untuk menyaksikan peluncuran iPhone seri pertama 2007 silam dimana Jobs dalam presentasinya menyebut bahwa perangkat Apple tidak membutuhkan stylus. "Siapa yang butuh stylus? Anda harus mengambilnya, menyimpannya dan menghilangkannya. Tak ada yang mau stylus. Yuck.." katanya dengan nada meremehkan. Bahkan, kebencian Jobs akan stylus juga tertuang dalam biografinya karangan Walter Isaacson. "Segera setelah anda memiliki stylus, anda mati." Akan tetapi, apapun wasiat dan titah dari sang pendiri tidak membuat Apple goyah untuk merilis stylus. Apple berkilah bahwa perkembangan teknologi mau tak mau membuat mereka mengikuti permintaan pasar agar tetap survive. Toh keputusan merilis smartphone ukuran besar juga membuat keuangan perusahaan berlogo buah digigit itu relatif stabil dan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pencil yang merupakan stylus khas Apple memiliki banyak fungsi untuk memaksimalkan fitur di iPad Pro. Tentu saja kehadiran Pencil memancing sindiran dari kompetitor seperti Samsung yang menyebut Pencil familiar dengan S-Pen di Galaxy Note series miliknya. Namun jika kehadiran Pencil yang dijual terpisah itu bisa meningkatkan penjualan Apple, mengapa tidak?
Apple di era Tim Cook memang berbeda saat era Steve Jobs. Jika mendiang Jobs lebih mengedepankan inovasi, maka Cook lebih mementingkan industrialisasi. Jobs memang tak segan-segan menyerang ide-ide teknologi yang tak sesuai dengan pandangannya (seperti dua hal yang saya bahas di awal). Hasilnya, sosok visioner itu mampu membuat Apple menjadi pionir dalam beberapa produk yang out of the box. Tapi setelah Jobs wafat, Apple seperti kehilangan "kepala" yang memimpinnya. Okelah kalau Cook memang masih bisa membawa Apple tetap berada di level teratas sebagai brand ternama, namun hal itu harus dibayar dengan meninggalkan ciri khas dan moto "think different" yang selama ini selalu didengungkan oleh Jobs. Apple kini hanyalah follower yang mengikuti perkembangan teknologi dari kompetitor dengan metode ATM (Amati, Tiru, Modifikasi). And now i can tell you one fact, Apple can't "think different" again because they didn't have "head."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H