Lihat ke Halaman Asli

Termenung

Diperbarui: 24 Juni 2015   15:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


Sampai tiba di puncak duapuluh, ku terbangun dari mimpiku yang belum berujung
Melihat sekeliling tampak tak berubah, merasuk sukma jiwa yang terdalam
Terbesit rasa ingin mengulang, untuk menapaki tangga menuju puncak duapuluh
Apakah aku harus coba mengambil jejak langkah tadi

Getar hati dan pikiran tak henti-hentinya membayangkan pencapaian di puncak duapuluh
Mengapa begitu cepatnya hingga ku sempat terdiam sejenak
Tak adakah suatu haluan yang mengarahkan ku untuk melanjutkan ke puncak selanjutnya
Namun ternyata masih berada dalam jalan yang sama menyusuri jalur kesuksesan
Ya, ku rasakan hembusan sunyinya malam di tanah pendidikan bumi sangkuriang
Tapi, cuplikan doa terselip dalam tidur ku tadi hingga menyadari bahwa ku berada di puncak yang baru

Mampukah aku terus meratapi tangga puncak lainnya? Atau ku berdiam sejenak di puncak yang baru untuk kontribusi menuju aksi sesungguhnya
Ataupun sekedar bergerak membangun suatu bangunan kokoh di puncak baruku ini untuk kontribusi?
Ya, ku sadari itu... sungguh ku sadar... ku sudah terbangun...
Tiba saatnya ku membangun kembali semua harapan dan cita-citaku di masa depan
Dorongan terbesar dalam hidupku hanya satu, cinta sosok ibu karena Sang Maha Pencipta...
Yang mampu menciptakan ku melalui sosok ibuku

Butiran-butiran doa mengalir bebas di udara walau dari tempat berbeda namun terasa hingga ku bernafas
Ada hembusan doa yang ku rasakan mengalir deras di relung sanubariku...
Menyatu dengan pikiran harus berbuat seperti apa di puncak baruku
Kali ini berbeda, aku rasa sudah cukup ku menyimpan keinginan di perbekalan puncak baru
Ku harus mencari perbekalan terbaru, lebih dari sekedar keinginan menjadi sebuah komitmen harapan
Untuk selalu mengejar cahaya cinta dan cita
Melalui jalur di puncak baru, aku sudah mulai semakin dewasa,
Harus ku bangun semua dengan senyuman dan cinta,
Tak ada guna berkeluh kesah menyalahi kerikil keadaan,
Karena jalan terjal masih di depan mata

Menelisik puncak nol hingga belasan lalu, rasanya sungguh luar biasa
Membekas dalam hati, pikiran, dan jiwa dengan seribu tindakan
Tak mungkin pula ku harus merasa bahwa ku mengarungi puncak baru seorang diri
Karena puncak terdahulu, banyak cinta dan kasih sayang dari kawan-kawan yang juga mempunyai puncakan kehidupan
Ku yakin ada secercah cahaya harapan menyelimuti relung sanubari
Untuk selalu menyusuri pendakian di puncak baruku ini

Tak akan ku biarkan hambatan diri menyergap cita dan asaku namunku jadikan lecutan impian
Gelora angkasa membangunkan rasa yang hampa
Menjadi sebuah jiwa dengan rasa penuh cita
Tak lagi ku mencari apa yang telah ku ciptakan
Karena rasa cipta dan karya berasal dari jiwa
Jiwa yang harus digerakkan dengan jalan Sang Maha Pencipta
Supaya senantiasa menghargai setiap anugerahnya ,
Termasuk di puncak baru, puncak duapuluh, puncak termenung
Untuk bergerak jauh dan ledakkan impian menjadi kenyataan
***
(29Des2012)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline