Kita semua punya momen 'penyamar'. Tapi apa jadinya jika momen itu mendominasi di tempat kerja?
Seperti bermain teater di panggung kehidupan, pernahkah merasa seperti aktor yang memerankan peran bukan milik kita sendiri? Fenomena ini, disebut 'Impostor Syndrome', lebih sering terjadi di tempat kerja daripada yang kita bayangkan. Mari kita coba mengupas, apa sebenarnya yang terjadi.
Antara Pakaian Baru dan Kacamata Hitam
Mungkin ada yang merasa familiar dengan perasaan takut ditertawakan orang lain saat mengenakan pakaian baru atau kacamata baru. Pasti berpikir, "Apakah ini terlalu mencolok?", atau "Apa mereka akan mengejek penampilan ini?". Begitu juga dengan perasaan yang terkandung dalam 'Impostor Syndrome', namun dalam konteks yang berbeda.
Tak lain adalah rasa takut akan kegagalan atau eksposur sebagai orang yang tidak kompeten atau penipu. Ini bukan tentang pakaian baru atau kacamata hitam, tetapi tentang pencapaian dan prestasi di tempat kerja. Masalahnya, meski seseorang memiliki kemampuan dan prestasi nyata, mereka masih merasa seperti penipu.
Kondisi ini mempengaruhi orang-orang dari berbagai latar belakang, baik yang baru memasuki dunia kerja maupun yang sudah berpengalaman. Nah, gimana nih, ada yang merasa mengalami hal serupa?
Para Penyamar dalam Bayangan Prestasi
Mari kita berkenalan dengan Budi. Budi adalah pekerja yang rajin dan disiplin, sering mendapat pujian dari atasan dan rekan kerja. Meski begitu, Budi merasa tidak pantas menerima pujian tersebut. Dia selalu merasa bahwa suksesnya hanyalah hasil dari keberuntungan, bukan karena kemampuannya.
Inilah wajah nyata 'Impostor Syndrome'. Tidak jarang, dalam bayangan prestasi dan kemampuan yang luar biasa, tersembunyi keraguan diri dan rasa takut akan penipuan. Budi adalah representasi dari banyak orang yang mungkin merasa sama.
Ironisnya, banyak yang merasa bahwa mereka harus bekerja lebih keras untuk membuktikan bahwa mereka bukan penipu. Ini bisa menyebabkan stres, kelelahan, dan bahkan burnout.