Lihat ke Halaman Asli

Niat dan Kesengajaan dalam KUHP

Diperbarui: 28 November 2016   12:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

NIAT DAN KESENGAJAAN DALAM KUHP

Denny Yapari*

Email : denny.yapari@gmail.com

LATAR BELAKANG MASALAH

Saat ini ramai sekali pemberitaan dan pembahasan mengenai kasus tersangka penistaan agama. Banyak hal yang dibicarakan, namun ada satu hal yang sangat penting dan sepertinya akan dijadikan dasar untuk melakukan pembelaan yaitu apakah perbuatan tindak pidana penistaan agama dilakukan secara sengaja atau tidak. Dalil tersangka jelas pasti akan mengatakan bahwa tidak ada kesengajaan dalam kasus penistaan agama tersebut. Kita sudah tahu bahwa ilmu hukum di negara ini teorinya ya itu-itu saja, tetapi prakteknya seringkali dikatakan bahwa banyak pakar hukum maka akan banyak pendapat atau teori hukum, padahal faktanya banyak orang mengaku sebagai pakar hukum, berpendapat tentang suatu teori hukum tanpa ilmu.

Salah satu pendapat yang pernah saya baca adalah “kesengajaan” dalam kalimat “barang siapa dengan sengaja” dalam KUHP dihubungkan dengan niat, bahkan lebih aneh lagi disebutkan bahwa ini adalah pendapat pakar hukum. Dalam agama islam semua amal tergantung kepada niat berdasarkan “innama a’malu bin niyat”, namun landasan yang sering kita gunakan sehari-hari ini adalah landasan khusus yang digunakan oleh dan untuk orang yang beragama Islam saja. Dalam Negara Republik Indonesia, hukum islam terbatas hanya berlaku khusus untuk orang yang beragama Islam saja, tidak bisa hukum islam diterapkan kepada orang yang bukan beragama Islam, terlebih lagi dalam hukum pidana. Untuk itu kita perlu mengetahui bagaimana hukum pidana menilai niat dan kesengajaan seseorang ketika melakukan tindak pidana (kejahatan/criminal), karena kita tahu bersama bahwa tidak ada manusia yang dapat mengetahui niat seseorang, karena niat seseorang hanya Allah dan dia saja yang tahu, lantas bagaimana hukum bisa menilai niat dan kesengajaan seseorang?.

Bahwa kasus tersangka penistaan agama adalah kasus pelanggaran hukum positif yang dalam hal ini diduga melanggar pasal 156a KUHP, maka untuk menganalisanya sudah seharusnya menggunakan kaidah ilmu hukum positif pula, dengan tujuan agar lebih fair dalam membuat analisa terhadap suatu kasus. Sudah banyak sarjana hukum yang membuat analisa mengenai kasus ini, saya yakin pro dan kontra juga banyak, namun dari sekian banyak yang saya baca umumnya menulis menurut pemikirannya sendiri sehingga sangat sulit bagi orang awam untuk membaca dan memahaminya.

Atas dasar pemikiran inilah saya mencoba membuat tulisan ini dengan tujuan dapat memudahkan pembaca dalam memahami pengertian niat dan kesengajaan dalam KUHP.

PERMASALAHAN

Apakah pengertian “niat” dalam hukum pidana Indonesia?

Apakah pengertian “kesengajaan” sebagaimana yang disebutkan dalam delik dengan kalimat “barang siapa dengan sengaja” dalam KUHP?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline