Lihat ke Halaman Asli

Berpikir Holistik Memandang Kenaikan BBM

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14165227342114730843

Seketika Pemerintahan Jokowi-JK menaikkan harga BBM, seketika itu pula lingkaran setan aktivitas periodik itu kembali menggeliat, pro-kontra, SPBU yang tiba-tiba mengular panjang dan demo dimana-mana.  Kita kembali menghabiskan energi bangsa tanpa kembali menyentuh akar persoalan, harapan akan businees unusual yang di gadang-gadang akan di munculkan pemerintahan Jokowi-Jk nyatanya harus dibuang jauh-jauh. Pupus.

Memandang permasalah kenaikan BBM tidak bisa setengah-setengah, harus Holistik.

Paradigma ini pernah disampaikan oleh Bapak Pendidikan  Holistik Ibnu Sina (980-1037). Ibnu Sina pernah mengingatkan bahwa manusia bukan hanya berupa raga, melainkan juga jiwa. Bahwa manusia bukan hanya urusan rasio tetapi juga rasa.

Memandang permasahan BBM dari sudut pandang rasio saja artinya kita bukanlah manusia yang sempurna, pun begitu sebaliknya.

Sayangnya dalam sistem pendidikan kita, konsep pendidikan holistik Ibnu Sina ini kemudian pudar ketika Rene Descartes (1596-1650) menyatakan paham Cartesiannya yang kemudian menjadi pola pikir masyarkat (kebanyakan). Konsep yang dibawa Rene lebih fokus pada pengembangan rasio dan seolah mengabaikan rasa. Segala sesuatunya harus dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan logika terukur.

Hasilnya dapat kita lihat, dalam Taksonomi Bloom, ranah pendidikan dibagi menjadi 3 ranah: Kognitif, Afektif dan Psikomotorik yang tidak boleh terpisahkan. Sayangnya, sistem pendidikan Indonesia sangat mengedepankan aspek kognitif, yang dibiasanya diukur dari nilai ulangan. Sementara aspek psikomotorik dan afektif terabaikan.

Konteks BBM


Dalam konteks isu kenaikan BBM, pemikiran Descartes ini terlihat dari pemahaman masyarakat yang hanya melihat isu kenaikan ini dari aspek rasio, apakah salah? Tidak, tapi tidak holistik. Aspek rasio dari isu kenaikan BBM ini dapat dilihat dari sudut pandang : Anggaran Subsidi BBM yang kian besar, konsumsi BBM yang kian meningkat, definisit neraca perdagangan yang kian menggrogoti, konsumsi BBM Bersubsidi yang lebih dinikmati kalangan menengah keatas dan sebagainya, semua berpatokan terhadap rasion dan kalkulasi, salah? Sekali lagi, tidak. Bahkan sebelumnya saya pun memandang demikian.

Namun kembali pada konsep manusia yang Holistik ala Ibnu Sina, ada satu bagian dalam diri kita yang juga harus kita libatkan dalam memandang isu kenaikan BBM ini, kecuali Anda penganut Descartes, bahwa manusia adalah rasio tanpa rasa. Memandang isu kenaikan subsidi BBM ini dari segi rasio saja tidak cukup, kita juga harus melibatkan rasa. Masih ada 28,55 juta masyarakat miskin Indonesia (BPS September 2013) dengan pendapatan Rp. 289.041,00 perbulan. Mari kita lihat data lain :


  • Jika Standar miskin dunia untuk Indonesia dengan US$ 2 perhari digunakan, maka ada 108 juta orang yang hidup dibawah garis kemiskinan (sumber: World Bank Review).
  • 75% persen masyarakat Indonesia hanya mampu membiayai diri kurang dari samadengan US$ 4 perhari. (Norman Loayza, dalam direktur dari World Development Bank )

Artinya mereka lah yang kan terkena dampaknya. Rasanya kita juga salah jika kemudian kita menggunakan rasa namun hanya berpatok pada data. Perkara rasa adalah bagaimana kita bisa ikut tersakiti, ikut terlibat dalam ranah psikis mereka dan perkara ini adalah bagaimana kita pernah merasakan itu dengan terlibat langsung dengan mereka. Turun ke masyarakat.

Faktanya hari ini BBM bukanlah barang yang mutually exclusive, artinya ketika BBM naik, harga bahan pokok akan terkerek ikut naik. Bahkan ketika isu kenaikan baru berhembus tanpa kepastian kapan akan di teken naik, harga bahan pokok dan transportasi sudah mulai naik.

Data diatas adalah data pengeluaran masyarakat di daerah perkotaan dan pedesaan, dapat kita lihat bagaimana bahan pokok menjadi mayoritas pengeluaran masyarakat baik di pedesaan maupun perkotaan. Dari data BPS september 2013 menunjukkan terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 0,48 juta sejak maret 2013. Kalau kita ingat-ingat, SBY menaikkan harga BBM sebesar masing-masing 1000 rupiah pada Juni 2013. Artinya kenaikan BBM turut menyumbang kenaikan angka penduduk miskin ini. Entah berapa banyak masyarakat yang akhirnya menjadi hampir miskin.

Semoga pemaparan ini membuka mata, bahwa aspek rasa perlu juga kita libatkan dalam memandang isu kenaikan BBM ini.

Denny Reza Kamarullah

Menteri ESDM KM-ITB 2014/2015

Ini hanya sisi lain pandangan pribadi penulis.

Kajian dan sikap KM-ITB dapat dilihat di bit.ly/sikapbbmkmitb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline