Lihat ke Halaman Asli

Denny Hartanto

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Potensi Produksi Garam di Pesisir Wilayah Banten

Diperbarui: 21 Juni 2024   19:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Indonesia membutuhkan Strategi  untuk mencapai swasembada garam, karena garam telah ditetapkan sebagai  komoditas pangan strategis pada tahun 2012 dalam program "Feed In Indonesia, Feed the World II". Namun hingga November 2011, produksi garam dalam negeri hanya mencapai 48,3% dari kebutuhan garam dalam negeri, menurut data Departemen Perdagangan. Potensi ladang garam  Indonesia  diperkirakan mencapai 34.000 hektar, namun hanya  20.000 hektar (60%) yang  dimanfaatkan  untuk produksi garam. Lahan yang digunakan tersebar di beberapa provinsi: Aceh, Jawa Barat, Jawa  Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT,  Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Selatan. Pulau Madura, penghasil garam terbesar di tanah air, memiliki lahan pengembangan garam  seluas 15.

347 hektar.

Kementerian Kelautan dan Perikanan  (KKP) telah mengambil beberapa langkah  strategis untuk mencapai swasembada  garam. Pada tahun 2011, pemerintah memperkenalkan Program Pemberdayaan  Usaha Garam Rakyat (PUGAR), sebuah inisiatif pemberdayaan masyarakat petani garam yang berpenduduk jiwa. Program tersebut bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, meningkatkan kesempatan kerja dan mencapai swasembada garam nasional. Namun program ini diyakini belum mampu mendorong petani garam untuk  meningkatkan kuantitas dan kualitas  produksi garamnya. Oleh karena itu, diperlukan  upaya komprehensif agar PUGAR dapat efisien dan efektif mendorong petani garam untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksinya guna mencapai  swasembada garam. Hal ini berkaitan dengan jumlah garam yang dibutuhkan untuk swasembada garam.

Daerah yang berpotensi  untuk diteliti sebagai daerah produksi garam adalah Wilayah Pantai Utara Provinsi Banten. Provinsi Banten mempunyai wilayah perairan 11.134,22 km2, pantai dengan panjang 509 km, petani dengan jumlah penduduk 28.480 jiwa,  lahan garapan seluas 16.725 hektar, 835 hektar laut  dan tambak. Namun ketersediaan  garam seluas 4.444 hektare di Provinsi Banten masih menjadi  kendala. Garam yang tidak layak konsumsi masih banyak ditemukan di Provinsi Banten. (Prihantono dkk., 2014). Hal ini  harus menjadi perhatian utama bagi pemerintah  daerah setempat dalam menjamin ketersediaan garam baik dari segi kualitas,  kuantitas dan kontinuitas. Provinsi Banten memiliki perairan yang luas sehingga pemerintah dapat melakukan kajian secara detail untuk mengetahui apakah daerah tersebut berpotensi sebagai sumber produksi garam.

Penelitian ini dilakukan di wilayah pesisir provinsi Banten bagian utara. Pengumpulan data dilakukan di enam titik pengamatan. Pemilihan stasiun didasarkan pada lokasi relatif terhadap  permukaan  laut, topografi, karakteristik fisik  tanah, keberadaan kolam bekas, dan kondisi kualitas  air, serta mewakili wilayah pantai utara Pulau Masu. Terdapat enam stasiun pembelajaran: Karangantu,  Pulau  Dua, Domas, Lontar, Tanjung Kait, dan Tanjung Pasir.

Keberhasilan produksi garam sangat ditentukan oleh kualitas air laut sebagai bahan baku utama (Suhelmi dkk 2013). Oleh karena itu, dilakukan pengambilan sampel air laut sebanyak  sampel untuk mengetahui potensi  tambak garam di  pesisir  utara Banten. Sampel air laut dikumpulkan dari 4.444 lokasi di perairan utara Provinsi Banten.

Lokasi pengambilan sampel air laut di  wilayah utara Provinsi Banten sebanyak buah yaitu Kalanganthu (Stasiun 1), Pulau Dua (Stasiun 2), Domas (Stasiun 3), Lontar (Stasiun 4), Tanjung Kaito (Stasiun 5) dan Tanjung Pasir (Stasiun 6). Penunjukan lokasi pengambilan sampel didasarkan pada kebutuhan tambak garam dan status tambak yang dinonaktifkan di wilayah tersebut. Pengambilan sampel pada stasiun 1 dilakukan pada titik koordinat Karangantu  0601'53.73'', bujur 10609'13.11'' BT (ketinggian  23 m), lintang 0601'30.87'' LS, 10609' 22.14' telah terlaksana. Bujur BT (tinggi 25 meter), Lintang 0601'27.87" S, Bujur

106 09 '21.25 " BT (tinggi 20 meter).

Pengambilan sampel  di Stasiun 2 dengan koordinat tepat Pulau Dua 0601'47.98'', bujur BT (16 m dpl), bujur 10611'55.88'' (16 m dpl), lintang 06 01'11.58S'', dilakukan pada

10611'53.11. Bujur Timur (16 m dpl) dan 0601'03. 45 LU dan 10611'43.40 BT (17 m dpl). Pulau Dua merupakan cagar alam besar dengan 4.444 kolam ikan bandeng. Sebagian kolam tidak digunakan untuk bercocok tanam. Pengambilan sampel di Stasiun 3 berada pada koordinat  0558'13.96'' S 10615'45.50'' E (ketinggian 16 m) dan 0557'56.69'' S, 10615'44.77' E' (ketinggian 17 meter), terletak tepat di desa Domas.

Selain itu,  logam berat berupa kadmium (Cd) dan timbal (Pb) terdapat di perairan lepas pantai utara Pulau Banten. Namun, kadarnya masih di bawah standar normal bagi biota laut. Sebab, wilayah utara merupakan kawasan industri dan limbahnya bisa mengalir ke laut sehingga menyebabkan pencemaran air laut. Pencemaran yang disebabkan oleh kegiatan industri mengakibatkan tingginya kadar logam berat di dalam air, meskipun pH air meningkat. Jika logam berat terus tertelan, logam berat akan terakumulasi di biota dan manusia, sehingga membahayakan kesehatan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline