Lihat ke Halaman Asli

M.Denny Elyasa

Analis Kebijakan dan Penulis

Tes PCR dan Dampaknya bagi Wisata Domestik

Diperbarui: 1 November 2021   17:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana Pantai Temberan/Koleksi Pribadi

Kebijakan pemerintah terbaru tentang perjalanan menggunakan transportasi udara telah memicu polemik di masyarakat. Berdasarkan Surat Edaran Menteri perhubungan no. 88 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Udara pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), bagi penumpang dari atau ke Bandara di wilayah Pulau Jawa dan Pulau Bali, atau antar kota di Pulau jawa dan Bali, serta dari daerah wilayah PPKM level 3-4  harus menunjukkan bukti sudah vaksin dan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR  (Reverse transcription-Polymerase Chain Reaction) yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 2x24 jam sebelum keberangkatan. 

Hal ini juga berlaku untuk penerbangan di luar Pulau jawa dan Pulau Bali yang harus menyertakan  surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 2x24 jam sebelum keberangkatan.

Apabila kita simak informasi dari berbagai media, ada dua masalah utama yang memicu polemik di masyarakat tersebut. Pertama, masih mahalnya harga tes PCR dan kedua, jangka waktu berlakunya hasil tes tersebut. 

Masyarakat mengeluhkan di mana harga tes PCR sama atau bahkan lebih mahal dari harga tiket pesawat untuk penerbangan jarak pendek, misalnya penerbangan dari Bangka menuju Jakarta. 

Apabila kita cek diberbagai aplikasi penjualan tiket online, harga tiket reguler dari Bangka ke Jakarta sebesar 500 ribuan, bahkan ada yang di bawah itu. Nah, coba kita bandingkan dengan harga PCR sebelumnya, ditetapkan pemerintah sebesar Rp525.000,00 untuk wilayah luar Pulau Jawa dan Bali.  

Jangka waktu vaksin yang maksimal 2x24 jam sebelum keberangkatan pun menjadi persoalan lainnya khususnya untuk penumpang di beberapa daerah, dikarenakan kemampuan dan kapasitas pengusian lab tiap daerah tidak sama. 

Kondisi yang ada tersebut menjadi celah bagi penyedia jasa tes PCR untuk mendapatkan keuntungan besar dengan cara mengklasifikasi waktu pemeriksaan, seperti kita mau mengirim barang saja ada ekspres dan reguler. Makin cepat hasilnya, maka makin mahal biayanya.

Walaupun Presiden Joko Widodo telah meminta harga tes PCR diturunkan menjadi Rp300.000,00 dan berlaku selama 3x24 jam untuk perjalanan pesawat. Namun, masyarakat sudah terlanjur berasumsi jika harga PCR ini kental dengan aroma bisnis dengan berlindung dibalik masalah kesehatan. 

Wajar, apabila masyarakat memiliki pemikiran demikian. Jika kita lihat diawal pandemi harga tes PCR mencapai Rp2.500.000 , kemudian Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menetapkan harga menjadi Rp900.000. 

Setelah banyak mendapat kritikan dari masyarakat karena dianggap masih mahal, Presiden meminta harga tes PCR diturunkan untuk luar Jawa-Bali kemudian ditetapkan paling tinggi sebesar Rp 525 ribu, dan berlaku efektif sejak 17 Agustus 2021.

Saat ini stelah menjadi polemik dan kritikan dari masyaraka, kemenkes atas permintaan presiden telah menetapkan tarif tertinggi PCR menjadi Rp 275.000 untuk wilayah Jawa-Bali dan Rp 300.000 untuk daerah lainnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline