Lihat ke Halaman Asli

Denny Abdurrachman

Pembelajar Masalah Sosial | Disabilitas | Pendidikan | Pendidikan bagi Disabilitas

Refleksi Penghujung Tahun: Lupa dan Reparasi Pola Pikir

Diperbarui: 27 Desember 2019   13:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jujur, aku berbicara ini bukan sebagai orang yang sudah benar perihal mengingat sesuatu. Justru sebaliknya, aku sering lupa banyak hal. (Pixabay/GERD ALTMAN)

Manusia dan lupa adalah kesatuan. Seiring waktu, ingatan kita terhadap  sesuatu akan memudar dengan sendirinya. Kita lupa kalau manusia bekerja untuk hidup, bukan hidup untuk bekerja. 

Kita lupa kalau mengajar itu untuk memenuhi kebutuhan jiwa, bukan untuk memenuhi kebutuhan perut. Kita lupa kalau hakikatnya kita menciptakan uang demi kebahagiaan bukan menciptakan uang hingga membunuh kebahagiaan. Kita lupa banyak hal.

Jujur, aku berbicara ini bukan sebagai orang yang sudah benar perihal mengingat sesuatu. Justru sebaliknya, aku sering lupa banyak hal.

Aku lupa, pada suatu ketika, diriku pernah berteriak lantang, berpeluh demi memperjuangkan apa yang kuanggap benar. Aku lupa, pada suatu ketika, diriku pernah memaki mereka yang terlalu sibuk mengisi perut dengan keserakahan, hingga tak mau lagi berpanas-panasan untuk membantu dan membela sesamanya. 

Aku lupa, pada suatu ketika, semestaku pernah kecil, hangat, dan bertemankan mereka yang hidup dengan kegelisahan diri tentang hari-hari esok, tentang nasi yang tak tentu tersaji di balik tudung saji.

Lambat laun, semestaku membesar. Semua mata memandangku dengan pujian, aku lupa memandang sekitar. Hiruk pikuk dunia memaksaku untuk menjadi seseorang yang tersegmentasi bekerja, mapan, menikah, punya anak, menikmati hari tua, lalu meninggal tanpa makna.

Aku tidak bermaksud mengatakan bahwa menjadi 'normal' adalah kesalahan. Aku hanya bermaksud merefleksi diri. Apapun yang kau lakukan, jangan lupa mengingat hakikat. Jangan lupa terhadap alasan pertama kau memilih duniamu. 

Jangan lupa terhadap alasan pertama mengapa kau melakukan hal-hal itu. Jangan lupa bahwa bekerja untuk mengisi jiwa dan hari-hari untuk berbagi kebaikan bagi sesama, bukan malah saling menuding dan mencibir sesama demi menjilat keringat dan belas kasih pimpinan. 

Jangan lupa bahwa berkerja adalah untuk ibadah dan menafkahi keluarga, bukan untuk menjadi workaholic sampai-sampai mengesampingkan keluarga yang menyayangimu. Jangan lupa bahwa manusia punya mimpi-mimpi untuk diraih, bukan dibunuh atas nama tuntutan hidup. 

Dan jangan lupa bahwa Tuhan menciptakanmu berjalan di muka bumi untuk sesuatu yang baik. Maka berbuat baiklah untuk sesama, melebihi kau berbuat baik untuk dirimu sendiri.

Betapa menyedihkannya diri ini jika terlalu sibuk diperhatikan hingga lupa memperhatikan. Ah, memang sesekali kita harus ditampar, ketika terlalu dibumbung oleh impian. Semoga kita tidak lupa, bahwasanya yang terpenting bukan seberapa banyak kebaikan yang bisa dimiliki, melaikan seberapa banyak kebaikan yang bisa dibagikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline