Kompasianer apa kabar....
Di puasa hari ke-2 ini aku mau berbagi cerita ya. Minggu 19 Maret 2023 bahagia banget mendapat kesempatan untuk mengikuti Kotekatrip-4 jelajah rumah ibadah bersama Wisata Kreatif Jakarta. Yang membuat si Dennise ini semangat bergabung adalah belum pernah jalan-jalan ke Cilincing. Padahal di usiaku yang 40+++ dengan domisili Depok (dari dulunya) tentunya tidaklah jauh ya jarak Depok- Cilincing. Kalau lewat tol paling 60 menit. Tapi entah mengapa beberapakali sampainya hanya di pelabuhan Tanjung Priuk dan Plumpang saja.
Nah pas tahu rundown acaranya ke Masjid Al Alam Cilincing, pelabuhan nelayan, rumah abu, kelenteng dan wihara Lalitavustara, tempat pembakaran mayat, Pura Sagara dan melihat Perayaan Melasti ini yang buat aku semangat. Selesai ibadah di gereja jam 10 pagi aku langsung beranjak menuju Cilincing dengan transportasi umum kereta, busway dan motor online.
Jarak tempuh Depok Cilincing sekitar 150 menit lumayan macet dan jauh. Tetapi hal ini tidak menjadi masalah bagiku ketika sampai di tempat tujuan yang pertama yaitu rumah ibadah Masjid Al Alam Cilincing. Oh ya sepanjang Wisata Bhineka Cilincing hadir sebagai guide kami Ira Latief. Wanita berwajah manis ini begitu fasih menceritakan sejarah secara keseluruhan rumah ibadah.
"Mesjid ini didirikan oleh Fatahillah dimana dulunya terjadi perang melawan penjajah Portugis yang hendak mengambil Sunda Kelapa. Mesjid yang berdirinya sama dengan ulangtahun kota Jakarta yaitu tanggal 22 Juni 1927", ucap Mbak Ira begitu aku biasa memanggil. Lokasi mesjid ini berdekatan dengan rumah penduduk dan di depannya ada laut tempat nelayan memancing.
"Nanti setelah kita ikuti perayaan Melasti, kita mampir lagi ke laut yang ada di depan ya. Melihat langsung suasana lingkungan laut di sore hari. Sekarang kita berkeliling mesjid saja dulu"
Sungguh takjub aku saat masuk ke dalam area mesjid yang cukup luas dimana disana ada bedug besar sekali yang sepertinya usianya lebih dari 1 abad namun masih terawat. Oh ya saat kita masuk di dalamnya ada satu tulisan menarik wasiat dari Sunan Gunung Jati yang ditulis dalam bahasa Jawa Ingsun Titip Tajug lan Fakir Miskin yang artinya Aku titipkan mesjid dan fakir miskin. Saat aku kesana ada beberapa ummat yang sedang sholat secara khusuk.