Lihat ke Halaman Asli

Dennis Ramadhan

Blogger dan Penulis

Indonesia Tak Perlu Cemas dengan Kekuatan Militer Tiongkok

Diperbarui: 15 November 2024   21:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar : Kompas.id

Beberapa waktu yang lalu, Presiden Indonesia Prabowo Subianto melakukan kunjungan ke Tiongkok untuk bertemu dengan Presiden Xi Jinping. Kunjungan Prabowo kali ini dilakukan dengan tujuan membahas soal kerja sama maritim antara Indonesia dan Tiongkok. 

Kerja sama maritim ini menghasilkan joint statement atau pernyataan bersama antara Indonesia dan Tiongkok, dimana salah satu isi kutipan poin 9 dalam pernyataan bersama itu dinilai cukup kontroversial. Berikut isi kutipan tersebut.

"Kedua pihak juga mencapai kesepahaman penting tentang pengembangan bersama di wilayah yang memiliki klaim tumpang tindih, serta sepakat untuk membentuk Komite Pengarah Bersama Antar Pemerintah guna menjajaki dan memajukan kerja sama terkait berdasarkan prinsip saling menghormati,keselarasan,manfaat bersama,fleksibilitas,pragmatisme dan pembangunan konsensus sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku di masing-masing negara"

Pernyataan bersama ini dinilai cukup kontroversial karena Indonesia seolah membenarkan klaim Tiongkok atas 9 garis putus-putus di Laut Cina Selatan. Tiongkok selama ini mengklaim bahwa 90% dari Laut Cina Selatan adalah bagian dari wilayahnya. Klaim ini mereka pertegas dengan menciptakan 9 garis putus-putus untuk menandai bagian dari Laut Cina Selatan yang menjadi wilayahnya. 

Klaim sepihak oleh Tiongkok ini tentu saja ditentang keras oleh negara-negara di ASEAN, salah satu contohnya adalah Filipina. Filipina menyatakan bahwa klaim Tiongkok atas Laut Cina Selatan, melanggar peraturan PBB soal hukum laut ( UNCLOS ) dan 9 garis putus-putus yang dibuat oleh Tiongkok tidak mempunyai dasar hukum internasional. 

Bagaimanapun juga, pernyataan bersama yang dilakukan oleh Presiden Prabowo dan Xi Jinping seakan mengkhianati konsensus yang telah dicapai bersama negara-negara ASEAN, bahwa Tiongkok tidak berhak atas klaim wilayah di Laut Cina Selatan tanpa persetujuan dari PBB.

Lantas apa motivasi Presiden Prabowo melakukan joint statement dengan Tiongkok? Apakah karena faktor ekonomi dan politik? Apapun motivasi dari Presiden Prabowo, tetapi jika ditinjau dari sudut pandang militer, Indonesia sama sekali tak perlu cemas dengan kekuatan militer Tiongkok.

Secara kuantitas, Tiongkok berada di peringkat tiga sebagai militer terkuat di dunia menurut Global Fire Power. Tiongkok memiliki pasukan aktif sebanyak 975.000 orang yang tergabung dalam People Liberation Army ( PLA ) atau Tentara Pembebasan Rakyat. Angkatan Laut Tiongkok atau PLAN memiliki alutsista laut sebanyak 355 kapal perang dan kapal selam. 

Angkatan Udara Tiongkok (PLAAF) juga merupakan yang terkuat di dunia dengan jumlah pesawat sebanyak 2250 buah meliputi jet tempur, pesawat pembom, dan pembom strategis. Tiongkok juga memiliki ribuan rudal balistik dengan hulu ledak konvensional dan ratusan lainnya berhulu ledak nuklir.

Dengan berbagai fakta diatas, banyak orang yang beranggapan bahwa Tiongkok memiliki kemampuan militer yang sangat kuat, padahal kenyataanya tidak sepenuhnya benar. Rusia sendiri berada di peringkat dua sebagai militer terkuat di dunia, namun lihatlah bagaimana performa militer Rusia di Ukraina. Tank-tank Rusia banyak yang menjadi besi tua usai dihancurkan oleh pasukan Ukraina. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline